Sepanjang perjalanan pulang, tidak henti-hentinya Rachel memikirkan perkataan Wina di cafe tadi. Saking ia memikirkan perkataan Ibu tirinya, gadis itu hampir saja melewati rumahnya. Untungnya, pada saat itu Adit sedang duduk di teras rumah dan segera memanggil Rachel. Saat sedang makan malam, Rachel masih memikirkan perkataan Wina. Seakan-akan perkataan Ibu tirinya itu adalah soal matematika yang sangat rumit.
"Kenapa, ada masalah?" tanya Adit saat mereka sedang makan malam.
Hari ini Mira lembur, jadi hanya mereka berdua saja di rumah.
"Gak kok, kak. Gak ada apa-apa." bohong Rachel.
Adit pun berdiri dan segera membereskan piring bekas makanannya, "Kalo gak mau cerita ya gak apa-apa. Kakak cuci piring dulu."
Rachel pun memberikan piring yang masih berisikan setengahnya. Melihat itu, Adit pun dibuat heran. Pasalnya, ini adalah kali pertama Rachel tidak menghabiskan makanannya.
"Loh dek, kamu makannya belum abis. Tumben." tanya Adit bingung.
Adiknya adalah tipe orang yang tidak suka membuang-buang makanan. Biarpun itu hanya sebutir nasi.
"Ah iya kak, tadi aku lupa kalau udah makan. Simpen di kulkas aja." kata Rachel sambil masuk ke kamarnya.
Adit bertambah bingung melihat sikap aneh adiknya yang satu itu. 'Aku harus cari tau!' pikir Adit, lalu ia segera membawa piring bekas makan ke dapur.
Beberapa saat kemudian, Adit sedang mengelap meja makan. Lalu tiba-tiba ia mendengar suara isak tangis seseorang. Bulu kuduknya pun meremang, keadaan diluar rumah sudah sangat sepi. Tidak ada orang yang berlalu lalang pada jam 21.00.
'Apa itu Ibu?' pikir Adit. Ia pun mencoba memanggil Ibunya. Tepat pada saat itu, tangisan itu tidak lagi terdengar. Karena tidak mendapatkan jawaban, laki-laki itu pun melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.
Beberapa saat kemudian, tangisan itu kembali lagi terdengar tapi lebih keras. Bertepatan dengan itu suara guntur tiba-tiba saja menggelegar, membuat aliran listrik menjadi mati.
"Dek, kamu baik-baik ajakan?" tanya Adit
perlahan.
Namun tidak terdengar, jawaban. Yang Adit dengar hanyalah suara decitan pintu. Ia pun mulai berjalan meraba-raba menuju ke kamar adiknya. Saat hampir sampai Adit melihat bayangan cahaya, yang ia tahu Rachel pasti sudah menyalakan senter. Tanpa ragu ia pun segera menghampiri cahaya itu.
Betapa terkejutnya Adit, ketika melihat siapa yang sedang memegang senter. Seorang gadis dengan rambut yang berantakan dan eyeliner yang lutur, sedang memegang senter yang mengarah ke wajahnya. Demi apa pun, saat itu juga Adit akan berteriak. Untungnya saja Rachel dengan sigap membungkam mulut kakaknya itu.
"Sssttt...kak, ini aku. Rachel." kata Rachel
Tepat pada saat itu, lampu yang tadi padam kini kembali menyala. Sekarang Adit dapat melihat dengan jelas, kalau gadis itu adalah adiknya.
"Kamu itu ngapain sih, dek? Pake begituan segala?" ujar Adit mengungkapkan kekesalannya.
Rachel tidak langsung menjawab, Adit memandang wajah adiknya itu dengan pandangan prihatin bercampur khawatir.
"Cerita ke kakak sekarang kamu ada masalah apa?! Kakak gak mau denger penolakan!"
Dengan terpaksa, akhirnya Rachel menceritakan semua yang terjadi. Mulai dari yang di kantor, sampai Ibu tiri mereka yang mengajaknya bertemu.
"Susah sih, kalau gini ceritanya." kata Adit
Rachel pun tertunduk, ia sangat putus asa saat ini. Melihat adiknya yang terlihat sangat putus asa membuat Adit menjadi tidak tega dengan adiknya itu.
"Ada sih satu cara, tapi kakak sendiri gak yakin." kata Adit ragu
Wajah Rachel beubah cerah, walaupun kakaknya sendiri tidak yakin dengan cara itu.
"Kamu harus menghindari Alex sebisa mungkin."
***
Setelah Wina menemui Rachel, ia tidak langsung pulang ke rumahnya. Melainkan ia mampir terlebih dahulu menuju rumah rahasianya dengan Heru. Biasanya kalau ia sedang banyak pikiran, wanita itu terbiasa datang kemari. Hanya Heru yang bisa memberikannya ketenangan yang tidak ia dapatkan dari Arga. Wina melepas sepatu high heelsnya dan melemparkannya ke sembarang arah.
"Hai Win, tumben. Ada apa?" tanya Heru sambil mengecup bibir Wina
Wina membalas kecupan Heru dengan ciuman. Selang 5 menit, Wina pun melepaskan ciumannya dan bersandar pada dada bidang Heru. Lelaki itu pun mendekap dan menepuk-nepuk pundak istri keduanya itu dengan sayang.
"Her,"
"Hmm?"
"Aku bingung deh cara misahin anak-anak kita." kata Wina dengan nada merajuk khas dirinya
Tepukan dipundak Wina pun berhenti, mendadak Heru menjauhkan tubuh Wina lalu berdiri.
"Kenapa, kamu gak bisa milih antara aku atau anak kamu?" tanya Wina yang mulai kesal
"Aku gak mau bahas ini. Ini sulit buat aku."
"Sulit kamu bilang? Her-" kata-kata Wina terhenti
"AKU GAK MAU BAHAS SOAL MEREKA." bentak Heru pada Wina
Blam.
Untuk pertama kalinya, Heru membentak Wina. Bahkan, ia sampai membanting pintu membuat wanita itu tersentak, kaget. Wina tidak menyangka Heru membentaknya seperti itu. Lalu ia pun mengacak rambutnya sambil berteriak kesetanan.
Tidak lama kemudian, pintu kamar yang tadi di masuki oleh Heru kembali terbuka. Heru menghampiri Wina dan memeluknya dari belakang.
"Maaf sayang, aku emosi."
***
Keesokan paginya, Rachel sedang sarapan bersama dengan Ibu dan kakanya. Menu makanannya hari ini adalah bubur Ayam. Ibu dan kakaknya melahap makanannya, sementara tidak dengan Rachel. Ia justru terlihat memandang kosong entah kemana dan tangannya yang memegang sendok terus saja mengaduk tanpa henti. Mira yang melihat keanehan pada putrinya pun segera menegurnya.
"Makanan jangan di mainin gitu dong, Hel."
Namun, pikiran Rachel sedang fokus memikirkan cara untuk menghindari Alex. Jadi, mana mungkin ia mendengar kata-kata Ibunya. Merasa kalau putrinya itu tidak mendrngarkan, ia segera menjentikkan jarinya dihadapan Rachel.
"Ah iya, kenapa bu?"
"Anak gadis pagi-pagi udah ngelamun, ngelamunin apa sih?" tanya Mira
"Gak ada apa-apa kok, bu."
"Benar nih?"
Rachel mengangguk sebagai jawaban. Lalu Mira berdiri dan segera mengambil tas kerjanya.
"Hel, pagi ini Ibu dan pak Arga ada meeting di luar. Ibu berangkat duluan ya, kamu sendiri gak apa-apa?"
"Iya, ibu duluan aja. Aku bisa sendiri kok."
"Oke, Ibu pergi dulu ya." pamit Mira kepada anak-anaknya.
Setelah kepergian Mira, tinggallah Adit dan juga Rachel berdua di meja makan. Setelah merasa Ibunya telah benar-benar pergi barulah Adit berani menegur Rachel.
"Kamu masih mikirin dia?" tanya Adit hati-hati
Rachel mengangguk lesu. Gadis itu masih ragu kalau ia bisa menghindari Alex.
"Udah, tenang aja. Kamu pasti bisa!" kata Adit santai.
Mendengar jawaban Adit, membuat Rachel semakin ragu dengan cara Adit yang menyuruhnya semakin ragu.
"Ya udah, kak aku berangkat ya!" pamit Rachel
Adit hanya mengangguk dan melambaikan tangannya.
Selama di perjalanan menuju kantor, Rachel terus saja melamun. Ia tidak yakin kalau ia bisa menghindari Alex. Mungkin iya untuk sekali dua kali, tapi tidak untuk selanjutnya. Gadis itu tidak mungkin menghindar terus!
Tunggu bukannya kak Alex sudah bertunangan, ya? Kenapa ia masih saja mengejar gadis lain? Ah, memikirkan hal itu membuat kepala Rachel berdenyut.
Ia pun segera turun dari bus yang membawanya menuju ke kantor. Dari sini Rachel harus berjalan sedikit untuk sampai ke loby kantor. Saat gadis itu hendak masuk, tiba-tiba suara seseorang menyapanya.
"Pagi, gimana kabar kamu?" tanya orang itu yang ternyata adalah Alex.
Rachel hanya memandangnya sebentar, menundukkan kepalanya, lalu memasuki loby.Ia tidak perduli akan tanggapan Alex tentang dirinya. Yang ia pikirkan hanyalah menghindari Alex.
Sementara laki-laki itu kebingungan akan sikap Rachel yang berubah secara tiba-tiba. Ia sendiri juga tidak tahu apa penyebabnya. 'Mungkin karena ini di kantor kali, ya?'
***