Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

The Second Ocean

Yuli_Warni
--
chs / week
--
NOT RATINGS
6.3k
Views
Synopsis
Nayla hanya mampu menyandarkan wajahnya ke jendela kaca sembari melihat angin menerbangkan daun-daun. Terlalu perih rasanya membayangkan Mas Yusuf berada dalam pelukan wanita lain. “Aku hanya perempuan biasa, Mas,” sela Nayla terisak-isak. Perempuan yang masih punya hati yang rapuh, serapuh ranting kering jatuh meninggalkan pohon yang ketika terinjak kaki-kaki manusia akan patah sendirinya. “Jujur, Mas Yusuf, aku tak bisa pura-pura kuat ketika dadaku sudah semakin sesak karena luka yang Mas berikan padaku. Aku, perempuan yang telah menerima pinanganmu ingin menikah denganmu, bukan menikah dengan luka.” Ditatap mata suaminya dengan sendu. “Maafkan aku, Nayla.” ** “Aku sungguh mencintaimu dengan tulus, Nay,” ujarnya. Pria berkaca mata itu pun nampak bersungguh-sungguh. “Tapi, Mas. Aku tak mau menjadi duri dalam rumah tanggamu,” tukas Nayla. “Tak ada yang menjadi duri. Dia sudah mengetahui dan menyetujui dirimu, Nay. Lagipula Islam memperbolehkan adanya poligami .” Terbuat dari apakah hati wanita itu, rela membagi suaminya dengan wanita lain? Setelah rumah tangga sebelumnya harus kandas oleh orang ketiga. Kini, Nayla harus terjebak pada situasi yang sulit, yakni menjadi orang ketiga pada rumah tangga Ramdan atas persetujuan istri pertamanya. Bagaimana ia menjalani takdirnya?
VIEW MORE

Chapter 1 - Tamu Tak Diundang

Cinta yang bersemi terkadang membuat manusia harus kehilangan sebagian kewarasannya. Hanya sebagian 'katanya'.

"Mas Yusuf berencana menikahi Nay dalam waktu dekat, Mi, sehingga ia bersama keluarganya akan datang untuk melamar Nay pekan depan." Tangan Nayla menyentuh jari-jemari wanita yang sudah melahirkannya dengan lembut. Wajah gadis 22 tahun itu nampak sumringah, seulas senyuman manis membuat lesung pipinya terlihat jelas.

"Pernikahan bukan perkara cinta saja namun juga kesiapan, memangnya kamu sudah yakin dan siap menikah dengan Yusuf?" ditatapnya lekat-lekat anak gadisnya itu.

Yusuf, pria yang dikenal Nayla melalui sebuah akun sosial media lima bulan yang lalu membuat Umi Pipit, sang ibu menyimpan selaksa keraguan pada keputusan Nayla.

Sebenarnya bukan hanya Yusuf yang ingin meminang Nay, satu tahun yang lalu datang Ramdan, anak dari salah satu teman abi Nayla, pria pilihannya yang menyatakan keinginannya untuk meminang anak bungsu umi Pipit dan abi Ahmad. Sayangnya, Nay menolak pinangan Ramdan dengan dalih tak ada cinta. Nay tidak ingin menjalani rumah tangga dengan keterpaksaan. Ia tak ingin nasibnya sama seperti Aisyah, kakaknya, yang dijodohkan beberapa tahun yang lalu oleh sang abi. Meskipun Aisyah hidup bahagia tapi tetap saja bagi Nayla hal ini tidak sesuai dengan prinsip hidupnya.

Nayla memang dibesarkan di keluraga yang agamais sehingga dirinya dan sang kakak tidak diperbolehkan untuk berpacaran lama-lama.

"Banyak maksiatnya, Nay. Aplagi pacaran zaman sekarang," ujar sang abi saat Nay duduk di bangku SMA.

Tetapi terkadang prinsip hidup Nayla membuat ia dianggap anak yang sering melawan tidak seperi kakak-kakaknya meskipun pada dasarnya Nayla memiliki hati yang lembut.

"InsyaAllah, Nay dan Mas Yusuf sudah sama-sama yakin, Mi. Meskipun kami dipertemukan melalui sosial media namun Nay sedikit banyak sudah mengenal kepribadian dan keluarga Mas Yusuf," ujar Nayla.

Lima bulan dirasa Nayla sudah cukup untuk bisa mengenal Yusuf dan keluarganya, memang sejauh ini tidak ada hal aneh atau mencurigakan dari sikap Yusuf sehingga begitu pria itu mengutarakan keinginannya meminang Nayla, gadis cantik itu pun langsung menerimanya.

"Kalau memang sudah menjadi keputusanmu, Umi hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kalian." Umi Pipit mengelus-elus lengan Nayla dengan lembut.

"Nay, minta tolong untuk disampaikan ke Abi ya, Mi," pinta Nayla.

Umi Pipit merupakan sosok ibu yang bijaksana, berbeda dengan suaminya yang memiliki sikap otoriter dan penuh ketegasan. Hal ini juga yang menjadi alasan Nayla menerima ajakan Yusuf untuk menikah, agar dapat keluar dari rumah. Acap kali Nayla dan abinya beradu argument yang berujung perselisihan.

Yaps, bukan hanya Nayla ternyata.

Ke empat anak Umi Pipit memang sering kali beradu pendapat dengan abinya sehingga mereka satu per satu lebih memilih meninggalkan rumah. Setelah menikah, Ali dan Ahmad memilih untuk menyewa sebuah rumah untuk keluarga baru mereka masing-masing, Aisyah pun harus ikut dengan suaminya, tersisalah Nayla sebagai anak bungsu.

**

Proses lamaran akan digelar hari ini. Tak seperti biasanya, wajah polos Nay kini didandani dengan sedikit polesan bedak dan blush on, tak lupa juga lipstick nude mewarnai bibir Nayla.

Sayangnya, mulut Nay terasa disulam dengan beragam pertanyaan yang menyelimuti hati dan pikirannya. Tak ada senyuman atau mata yang berbinar. Pikirannya melayang pada sebuah pesan yang masuk di ponselnya semalam. Pesan itu dibuat oleh seseorang yang tidak dikenal oleh Nayla.

[ Assalamua'alaikum Mbak Nayla ]

[ Saya ikhlas melepas Mas Yusuf, tolong jaga dia dengan baik ].

Dada Nayla bergemuruh, perasaannya teraduk, dengan tangan gemetar dia berusaha membalas pesan tersebut. Sayangnya, Nayla hanya memperoleh pemandangan ceklis berwana biru tanpa adanya sebuah balasan apapun. Sontak, Nayla menekan nomor tak bernama itu untuk membuat sebuah panggilan akan tetapi hasilnya nihil. Nomor tersebut ternyata sudah tidak aktif. Nampaknya orang itu sudah tahu kalau Nayla akan menghubunginya setelah pesan tersebut ia kirimkan.

"Nay, sudah siap belum? Tuh, rombongan Yusuf sudah datang," kata Aisyah membuyarkan lamunan Nayla. Terlihat kepalanya yang muncul di depan pintu kamar.

Nayla menoleh ke arah Aisyah, melemparkan seulas senyuman, "sudah, Kak."

Hingar bingar terdengar dari ruang tamu, menandakan Mas Yusuf dan keluarganya memang sudah tiba di rumah. Aisyah lantas menuntun Nayla keluar kamar dan duduk berhadapan dengan pria yang akan melamarnya. Nayla tertunduk malu, ia tak mampu menatap pria yang ada di depannya meski pria tersebut kerap memandang Nayla diam-diam lalu tersenyum sendiri mengagumi kecantikan calonnya itu.

Acara lamaran dibuka dengan pembacaan ayat suci Al Qur'an lalu dilanjutkan dengan penyampaian maksud dan tujuan kedatangan keluarga Yusuf.

"Dik Nayla, apakah Dik Nayla bersedia menerima lamaran Ananda Yusuf?" tanya seorang pria paruh baya yang merupakan perwakilan dari keluarga Yusuf.

Nayla terdiam, tertunduk malu. Hatinya tiba-tiba berselisih antara menerimanya atau tidak setelah kejadian semalam yang dialaminya.

"Nayla cepet jawab! Jangan bikin Yusuf dan keluarganya nunggu," bisik Aisyah lirih.

"Iya. Nay bersedia," Nayla memberanikan mengangkat wajahnya, menatap Yusuf yang nampak sumringah dengan jawaban Nayla.

"Alhamdulillah." Seketika suasana menjadi hingar, kedua keluarga besar saling mengucapkan rasa syukur. Selanjutnya, Ibu Yusuf memasangkan sebuah cincin di jari Nayla sebagai simbolis.

Rangkaian acara berjalan dengan lancar, rombongan keluarga Yusuf pun berpamitan pulang.

"Mas, pulang dulu ya, Nay," pamit Yusuf.

Nayla mengangguk pelan, "iya, Mas. Hati-hati."

Maksud hati, Nayla ingin menanyakan perihal pesan yang masuk ke ponselnya semalam namun lidah Nayla terasa kelu. Kata-kata yang ingin disampaikan seketika tersangkut di tenggorokan saat melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah Yusuf dan keluarganya.

Ah!! Mungkin saja hanya orang yang iseng. Nayla memutuskan untuk melupakan kejadian semalam, menganggap pesan itu tak pernah ada.

Sejurus kemudian, Nayla masuk ke dalam kamar, membersihkan sisa make up yang masih menempel di wajahnya dengan sebuah kapas dan toner yang beraroma mawar.

"Nay, ada tamu tuh di depan," kata Aisyah. Pantulan bayangan kakaknya yang berdiri tepat di belakang Nayla nampak jelas terlihat dari cermin.

Nayla menoleh ke belakang. "siapa, Kak?" tanyanya penasaran.

Aisyah mengangkat kedua bahunya, bersamaan dengan kedua alisnya."Wajahnya sih Kakak enggak familiar."

Nayla beranjak dari tempat duduk lalu melangkahkan kaki menuju ruang tamu. Seorang wanita dengan rambut hitam sepinggang sedang duduk menunggunya. Nayla mengerutkan kening, Dirinya tak pernah merasa mengundang siapa pun di acara ini, termasuk teman-teman dekatnya. Rasa penasaran pun menjalar dalam pikiran Nayla.

"Assalamua'alaikum," sapa Nayla yang muncul dari belakang.

"Waalaikumussalam," jawabnya sambil menoleh pada sumber suara.

"Maaf, Anda mencari siapa?" tanya Nayla nampak kebingungan.

"Maaf saya mengganggu waktu Mbak Nayla, perkenalkan saya Indri, orang yang telah mengirimkan pesan whatsapp semalam."

Nayla tercenung, mendadak matanya terasa panas dan tenggorokannya kering hingga ia harus menelan ludah berkali-kali. "Berani sekali wanita ini datang dihadapanku," batin Nayla.