Pov Anton.
Setelah sekian lama berbuat banyak untuk Dinda, nyatanya wanita itu tidak bisa melihat ketulusanku. Dia masih saja berpikir negatif, jika hanya satu kali mungkin masih aku maklumi. Tetapi, ini sudah yang ke sekian kalinya Dinda mengatakan pikiran buruknya tentang aku.
Mau bagaimanapun, aku juga manusia yang butuh ketenangan. Jika ditempa terus oleh rasa sakit yang ada, apalagi bersumber dari orang yang paling disayangi. Dunia ini semakin hancur seakan tidak ada tempat untuk berpijak lagi.
Sadar atas apa yang aku ucapkan kepada Dinda tempo hari. Saat ini aku sudah siap menanggung resikonya. Dia mau pisah dariku atau tidak bertegur sapa pun, aku tidak peduli lagi dengannya yang selalu egois.
"Ayah, tidak jemput Mommy?" tanya Kiara.
"Tidak, hari ini jadwal ayah pergi ke makam nenek," jawabku.
"Kok siang hari? Biasanya juga sore, Ayah?" Kiara menyelidik.
"Hari ini agak berbeda," jawabku.
"Oh, begitu ya. Boleh Kakak dan adik-adik semuanya ikut?" tanyanya.