Setelah pancking dan mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan untuk bepergian, aku merebahkan tubuh lelah ini di atas sofa ruang tamu sembari menunggu suamiku kembali membeli makan siang. Sekarang kami berada di hotel terakhir dan sebentar lagi akan segera pergi menuju Jakarta.
Bosan, aku mencoba menyalakan televisi sekadar melihat-lihat acara yang sedang berlangsung. Akan tetapi, baru beberapa menit menonton, tiba-tiba ada yang menutup mataku begitu saja. Kuraba tangan yang berada di depan mata, kekar dan terdapat cincin di jari manisnya. Sudah bisa kutebak siapa dia. "Sayang," kataku manja.
Bang Anton terkekeh setelah aku berhasil menebaknya. "Kenapa kau bisa tahu? Padahal aku sudah menahan napas dan melepas sepatu." Pria itu terdengar merajuk.
Aku beranjak dari tidur dan menariknya agar duduk di sampingku. "Jangankan tanganmu, aku bahkan bisa mengenal bayanganmu, Sayang."