Keesokan harinya Joe datang ke rumah, aku sangat kaget dan takut. Kondisi kami saat ini masih bertengkar, Bang Anton jika sedang marah memang seperti batu yang tidak bisa dipecahkan. Kalaupun pecah pasti membutuhkan waktu yang cukup lama.
Joe membawa buah tangan, ketakutanku semakin menjadi karena Bang Anton pasti salah paham lagi. Walaupun sekarang dia ada di rumah, tetap saja pikiran jelek sedang menguasainya. Hingga apapun yang akan dilakukan oleh Joe salah di matanya.
"Dinda. Bolehkah saya masuk?" tanya Joe.
Aku tersadar dari lamunan, setelah lama berdiri tidak mempersilahkannya." Oh ya, masuk Joe, di luar dingin sekali," ucapku.
"Anton ke mana? Apa dia ada di rumah ? Apa saya tidak salah waktu untuk datang ke sini?" tanya Joe.
"Bang Anton ada dia di kamar. Sebentar, aku panggilkan dia dulu," jawabku ragu.