115
Wajah Mas Denis tampak murung, entah pengaruh obat atau aku yang insomnia, hingga mata ini sulit terpejam. Dari tadi ku perhatikan Mas Denis terlihat gelisah, meski tidak mengucap sepatah kata pun. Aku berbalik pada Mas Denis, pria itu balas menatapku lekat dan kami saling memandang.
"Mas kenapa nggak tidur?" tanyaku.
"Gelisah hati ini, Dek," jawabnya.
"Kepikiran omongan Mama?" tanyaku.
"Iya, kamu tahu bukan? Kedatangan Mama bukan menciptakan kedamaian, tapi malah memperkeruh suasana," jawab Mas Denis.
"Ya sudah, semoga kali ini tidak," sahutku.
"Kok, kamu santai aja Dek. Nggak takut direcokin Mama?"
"Nggak mikirin Mas. Aku lebih ingin fokus ke diri sendiri aja," jawabku.
Mas Denis tiba-tiba memelukku erat. Hembusan napasnya berembus pelan di telinga. Pria itu kemudian berbisik, "Maafkan Mas ya Dek, Mas minta maaf atas kekurangan selama ini menjadi imam kamu."