111
Mas Denis masih belum naik ke lantai atas, aku semakin tidak sabar menunggunya. Sementara waktu terus berjalan, aku harus ke kantor secepatnya. Tidak peduli Mas Denis mau turun atau tidak, segera kuambil peralatan kerja dan bersiap pergi ke kantor.
Ceklek!
Pintu kamar terbuka, sontak aku menoleh ke belakang dan melihat Mas Denis. Wajahnya terlihat biasa saja, kupikir dia akan melampiaskan amarahnya seperti biasa. Mas Denis berdiri di depanku, sambil melipat tangannya ke depan. Tatapannya tajam mengarah padaku.
"Kamu ngapain sih ribut lagi sama Aisha?" tanya Mas Denis.
"Dia yang ngajak ribut duluan," jawabku.
"Kamu nggak inget sama surat perjanjian kita?"
"Ingat, emangnya kenapa? Aku bukan orang yang pelupa, Mas," jawabku ketus.
"Tiga kali bertengkar, kamu tahu ada hukumannya."
"Ya terus?"
"Kok kamu cuek banget. Kamu sengaja cari masalah ya Dek?" Mas Denis mulai sengit.
"Ya terus aku harus apa, Mas? Aku harus minta maaf dan ngemis sama istri kedua kamu? Ya nggak mau."