"Jangan puas di awal, nanti diakhir malah kamu kena mental," bisik Pak Anton.
"Sial!" seruku lalu bangkit dari posisi.
Kami kemudian berjalan mendekati mobil, lalu duduk selonjoran di bawahnya sambil menatap aliran sungai. Keheningan menemani kebersamaan kami saat ini, rasanya damai melepas sesak. Walau beban masih terasa menghimpit di dada.
"Teriaklah luapkan amarahmu, Dinda," kata Pak Anton.
"Tidak, Pak, saya sudah cukup lelah," jawabku.
"Baru juga berjuang, masa sudah lelah," sahutnya.
"Kalau Mas Denis lagi yang jadi tema. Saya lompat dari sini."
"Ya sana, kamu yang rugi kok, bukan saya ini. Malah saya senang, karena kalau kamu tidak ada. Minimal makhluk bawel di muka bumi ini populasinya berkurang," kata Pak Anton.
Astaga! Ternyata sebawel itu ternyata Pak Anton menggambarkan aku. Padahal, belum saja dia bertemu makhluk bernama wanita yang lebih menyebalkan dariku. Lihat saja Pak Anton, aku doakan jodohmu akan lebih bawel dariku.
"Oh begitu," sahutku singkat.