Chereads / Cinta Diujung Kabut / Chapter 19 - Rose Lavender.

Chapter 19 - Rose Lavender.

"Suhu badan mu panas Ranti." Ningrum meletakkan telapak tangannya, memeriksa tubuh Ranti.

Ranti meringkuk diatas tempat tidurnya sambil memegang selimut yang ditariknya hingga keleher.

"Tunggulah sebentar, Ibu akan membuat kompres."

"Bu Ningrum, biar aku saja yang membuatnya." Tangkas Rukha

"Ibu saja Rukha, Kau tetaplah disini. Temani Ranti."

Ningrum langsung beranjak dari kamar.

"Kau merasa pusing Ranti?"

Ranti mengangguk, matanya terpejam. Namun, ia tidak tidur.

Rukha duduk disampingnya dan memijit kening Ranti.

'Maaf, Ranti. Karena menemaniku kau jadi seperti ini.' Batinnya.

Sesekali Ranti ber-sin, hingga membuat hidungnya mulai tampak memerah.

"Apakah diluar masih hujan?" Tanya Ranti lemas.

"Hujan masih tampak betah berada diposisinya Ranti."

"Kenapa ia betah, harusnya kita bisa jalan-jalan kepaguyuban yang lain atau bahkan kita bisa kesawah untuk melihat orang menanam." Ujar Ranti seperti orang yang mengigau.

Rukha masih memijit kening Ranti sambil memandang wajah temannya itu.

"Kau ini, saat demam pun masih memikirkan mau bermain. Cepatlah sembuh, Aku janji akan menuruti mu kemana pun kau ajak pergi," ucap Rukha membujuk.

"Benarkah?"

Rukha sedikit menggeleng heran, sambil tersenyum memandang Ranti.

"Ngomong-ngomong tadi kau membuatku takut. Aku pikir, Kau sudah diculik dan entah dibawa kemana."

"Tak ada yang berani menculikku dikampung ini Rukha, apa mereka siap berhadapan dengan Bapak ku Sang Jagoan sejati."

Rukha tersenyum, 'Dalam hal apapun Kau sungguh membanggakannya Ranti. Begitupun Bapakmu yang selalu membanggakanmu. Kalian sungguh keluarga yang sempurna.' Lirihnya dalam hati dengan mata berbinar.

Pintu berdenyit, Ningrum melangkah masuk

Kedalam kamar Ranti. Ia membawa mangkok stanles berisi air hangat dan handuk putih kecil.

"Wahhh, apa yang sedang kalian bicarakan. Tampaknya ada yang berbicara sambil mengigau." Sambut Ningrum, berceletuk pada putrinya yang sakit.

Rukha kembali berdiri untuk memberi ruang pada Ningrum.

Ningrum duduk disamping Ranti, ia menyelupkan handuk putih kecil kedalam air hangat dan memerasnya. Kemudian, menempelkannya dikening Ranti.

"Aku tidak mengigau Bu, hanya saja mataku terlalu berat untuk dibuka," lanturnya dengan suara yang sudah mulai bindeng.

Rukha dan Ningrum tersenyum melihat Ranti yang tidak bisa diam walau dalam keadaan demam.

"Rukha, kau belum makan malam. Pergilah makan. Biar Ranti gantian ibu yang menjaga."

"Baik Bu, Aku akan makan nanti."

"Kau jangan tidak makan, musim hujan seperti ini kita harus menjaga stamina tubuh agar tidak mudah terserang flu."

"Ibu, Aku juga lapar." Tangkas Ranti sambil memegang perutnya.

"Ha… sepertinya walau dalam keadaan sakit, selera makan mu tidak berkurang." Celetuk Ningrum.

"Tunggu sebentar, Ibu akan mengambilnya." Timpal Ningrum.

Rukha juga tersenyum mendengar ucapan Ningrum. Ia juga mengingat bahwa Ranti baru saja selesai makan sekitar lima belas menit yang lalu.

Tak henti ia memandang Ranti yang tampaknya mulai tertidur lelap.

'Kau ini Ranti' batinnya sambil tersenyum.

*****

"Kau sudah siap Rukha?" Tanya Ningrum yang sudah berada didepan kamar Rukha ketika ia membuka pintu.

"Baru saja aku ingin mengetuk kamar mu," timpal Ningrum tersenyum.

Rukha membalas senyumannya sambil mengangguk.

"Segeralah sarapan, setelah itu kita akan pergi."

Rukha sedikit mengerutkan keningnya,

"Pagi ini biarkan ibu yang akan mengantarmu,"

"Mmm…maksud Ibu,"

"Yaa, Ibu yang akan mengantarmu kesanggar."

"Aaa… tidak usah Bu, aku tidak ingin merepotkan mu. Lagian, hari ini aku memutuskan untuk tidak pergi kesanggar."

Ningrum mengernyitkan dahi, " kenapa?"

"Aku, ingin menemani Ranti."

"Ranti tidak usah kau temani, ia masih tertidur lelap. Ibu bisa menjamin, sampai kau pulang nanti, ia masih dalam posisi yang sama."

"Kau pergi saja latihan, nanti Bu Laras akan mengira kau tidak serius dalam hal ini." Timpal Ningrum.

Rukha merasa apa yang dikatakan Ningrum adalah benar. Tapi ia tidak tega meninggalkan Ranti yang sedang sakit, sementara Ranti tidak pernah lelah menemaninya.

"Hari ini Bapak tidak ke kota. Jadi, Bapak bisa menjaga Ranti." Ujar Ningrum lagi, meyakinkan Rukha.

Rukha mengangguk, " tapi Bu, biarkan aku pergi sendiri saja."

"Tidak apa-apa Rukha, Ibu sekalian ingin bertemu dengan Bu Laras. Ada hal yang ingin Ibu bicarakan." Jelas Ningrum sambil membenahi Rambut Rukha yang tidak berantakan.

*****

"Ningrum, Apa yang membuatmu pagi-pagi sudah sampai kesini." Sambut Larasati melihat Ningrum yang baru saja masuk ke paguyuban.

Larasti dan Ningrum saling merangkul dan mengadu pipi kanan-kiri mereka.

Rukha menyalami Larasati.

"Dimana Ranti, Aku tak melihatnya."

"Ranti demam, seperti biasa. Dia belum bangun dari tidurnya." Jawab Ningrum.

"Anak itu, kemarin sewaktu aku melatih Rukha. Ia pergi entah kemana dalam keadaan hujan. Sekarang, ia pasti demam karena bermain dalam hujan kemarin."

Mereka semua tersenyum mengingat tingkah Ranti yang masih kekanakan.

"Ayo kita masuk," ucap Larasti.

Mereka melangkah masuk kedalam, melawati saka-saka tinggi dengan ukiran yang khas.

"Duduklah, Aku akan membuatkan mu air."

"Ah! Tidak perlu repot. Duduklah disini bersamaku." Ningrum menahan tangan Larasati.

Mereka duduk bersama diruang tamu, untuk kedua kalinya Rukha duduk diruangan itu.

"Larasati, Aku mau berterimakasih padamu. Karena telah menuruti permintaan anak2 ku."

Larasati tersenyum dan melirik Rukha.

"Rukha, kau bisa langsung keruang kemarin. Lanjutkanlah latihan mu, nanti aku akan menyusul."

"Baiklah Bu Laras." Rukha berdiri dari duduknya.

"Tidak apa Rukha, kau masuklah. Buka pintu belakang seperti aku membukanya kemarin." Perintah Larasati yang melihat Rukha masih sungkan untuk masuk kedalam Rumah bagian dalam.

Rukha mengangguk Ragu, ia melangkah perlahan. Sambil memikirkan banyak hal.

'Apa dia ada didalam? Apa yang harus ku katakan jika bertemu? Ah, tidak. Tidak ada yang harus aku katakan.' Gumamnya dalam hati.

Rukha berdiri tepat didepan pintu belakang yang akan menghubungkan ia ke taman bunga rose dan ruang tempat ia berlatih.

Ia membuka pintu itu perlahan. Matanya terbelalak, karena disuguhkan dengan pemandangan bunga-bunga yang indah.

Hari yang begitu cerah. Pantulan mentari sungguh sempurna dibalik kelopak-kelopak bunga rose yang bermekaran.

Suara air mengalir menambah ke-asrian suasana taman.

Rukha berjalan ditengah-tengah taman dengan perasaan bahagia yang terpancar dari senyumannya.

Langkahnya terhenti, ia memfocuskan pandangannya pada salah satu warna bunga.

Ia berjalan perlahan, mengikuti pandangannya.

"Kau indah sekali," gumamnya.

"Apa ini asli?" Timpalnya sambil menyentuh tangkai bunga rose berwarna lavender/ungu.

"Aghh…' jerit Rukha pelan, melihat telunjuknya sedikit mengeluarkan darah akibat tertusuk duri ditangkai bunga rose yang dilihatnya.

"Sungguh pandai kau menjaga keindahanmu, sampai orang tak sembarangan bisa menyentuhmu." Rukha berkata pada bunga rose dihadapannya.

Bunga Rose lavender tumbuh dibagian dalam sebelah kanan taman. Ia berada ditengah-tengah bunga rose putih.

Hanya dua pohon bunga rose lavender ditaman bunga rose yang dominan dengan rose berwarna putih.

Harum khas bunga rose sangat terasa dipagi hari yang cerah. Rukha memejamkan matanya, menghirup pelan udara disekitar.

Ia mengeluarkan senyuman lepas dengan ketenangan, senyum yang selama ini tertahan didalam dirinya.

Setelahnya, ia melangkah dan berjalan masuk kedalam ruang berlatih. Rukha langsung menuju meja disudut ruang.

Secarcik kertas berwarna coklat, ditimpa setangkai bunga rose lavender terletak diperut meja.

Mata Rukha terbelalak, ia enggan untuk membukanya. Karena ia tak merasa itu adalah miliknya.