"Sudah siap non?"
Tanya Pak Mudin pada Rukha yang baru saja tiba diloby hotel.
Rukha sedikit memberi senyuman dan mengangguk mengisyaratkan bahwa ia sudah siap untuk kembali berangkat menuju stasiun Gubeng dan melanjutkan perjalanannya.
"Kita harus segera bergegas non. Karena keberangkatan kereta Sancaka Surabaya-Yogakarta pukul 06.45 wib."
Rukha menganggukkan kepala nya lalu berjalan keluar loby yang disusul oleh Pak Mudin sambil menjinjing tas.
Pak Mudin membuka pintu mobil mempersilahkan Rukha untuk masuk kedalamnya.
Kemudian Pak Mudin melanjutkan membuka pintu belakang mobil untuk meletakkan tas.
Rukha melihat kesekitaran hotel sambil memasang safety belt. Pandangan nya teralih pada sekelompok pemuda yang berjalan didepan loby.
Bagian dari mereka membawa barang bawaan, tetapi bukan koper ataupun tas baju.
Melainkan membawa tas kain besar, berwarna hitam yang dibentuk seperti kantongan memiliki serut dibagian permukaan atas yang ditutup dengan simpulan tali.
Beberapa dari mereka juga menggunakan blangkon dan satu diantara mereka menggunakan ikatan kepala bercorak batik.
Disaat pandangan Rukha tertuju kearah pemuda yang memakai ikatan kepala bercorak batik.
Seorang pria yang tak asing baginya berjalan melewati pemuda itu dan ia juga bergegas menuju mobil yang sudah menjemputnya.
"Braaap." Suara tutupan pintu Pak Mudin.
Membuat Rukha terhentak dari penglihatannya.
'Pria yang menolongku kemarin.'
Ucap Rukha dalam hati.
"Kita akan menuju stasiun Gubeng sekarang non."
Ucap Pak Mudin yang baru saja masuk kedalam mobil sambil menutup pintu mobil.
Pak Mudin mengoleh kebelakang memastikan kembali kesiapan Rukha untuk berangkat.
"Non, apa ada yang tertinggal?"
Tanya Pak Mudin karena melihat Rukha seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Ehmm tidak pak. Kita bisa jalan sekarang."
"Baik non."
Pak Mudin menjalankan mobilnya perlahan, tentu melewati sekelompok pemuda yang Rukha lihat tadi.
Rukha kembali memperhatikan para pemuda itu, ia berpikir apa yang mereka bawa.
"Mereka sekelompok pemusik tradisional yang berasal dari Yogyakarta non."
Jelas Pak Mudin seakan ia tahu apa yang sedang Rukha pikirkan.
"Apa yang mereka bawa pak?"
"Didalam kantongan hitam itu terdapat alat-alat musik tradisional jawa seperti gamelan, gendang, demung, krumpyung, suling bahkan banyak lagi.
Hotel ini sering mengundang pemain musik tradisioanal maupun pemain musik modern untuk melakukan pertunjukkan. Demi memanjakan para tamu yang menginap non."
Rukha mengangguk memahami penjelasan Pak Mudin.
Ia memegang syal rajut abu tua yang terikat renggang dileher nya, untuk memastikan syal favorite nya tidak tertinggal.
Pak Mudin memutar lagu Bengawan Solo.
Rukha merehatkan posisi tubuh nya sejenak, sambil memejamkan mata menikmati setiap alunan lagu Bengawan Solo.
Suasana hening dan lenggang seakan terhanyut dalam alunan dawai nada-nada yang lahir dari berbagai alat musik tradisional jawa.
Mobil hitam melesat diperepatan jalan kota Surabaya dalam suasana lenggang nya subuh menuju stasiun Gubeng.
***
"Terimakasih atas segala bantuan nya Pak."
"Agh, tidak usah sungkan non. Saya senang melakukan nya."
"Non hati-hati dijalan."
"Permisi pak."
Rukha sedikit membungkukkan tubuh nya dan perlahan ia membalikkan badan berjalan ke arah pintu kereta.
"Non." Panggil Pak Mudin.
Rukha membalikkan badan dan menatap Pak Mudin.
"Sampaikan salam saya pada Pak Darto. Saya berharap beliau selalu diberi kesehatan begitupun dengan Ibu Hanum dan Anda."
Rukha melemparkan sedikit senyuman dan menganggukkan kepalanya perlahan. Lalu ia berbalik dan kembali berjalan menuju kereta Sancaka.
Ia masuk kedalam kereta sambil melihat tiket untuk menyesuaikan nomor tempat duduk.
Kereta api Sancaka Eksekutif-Bisnis diresmikan pada 21 Mei 1997. Hanya berjarak kurang lebih satu tahun dengan perjalanan Rukha saat ini.
Tentu kereta masih terlihat baru dan nyaman.
Terlihat petugas pengatur perjalanan kereta api mengecek jalur dan memastikan jalur sudah aman untuk dilalui.
Dari arah lain petugas yang mengenakan pakaian dinas keluar dari ruangannya mendekati kereta.
Petugas berdiri, mengacungkan edblek berwarna hijau, kemudian membunyikan pluit. Hal ini merupakan semboyan 40 sebagai tanda pemberian izin kepada kondektur bahwa kereta siap diberangkatkan.
Terdengar suara peluit sebagai semboyan 41, yang dibunyikan oleh kondektur sebagai jawaban, tanda kondektur memberikan perintah berangkat kepada masinis.
Masinis menjawab, semboyan 35 dengan membunyikan klakson sebagai tanda mengerti kereta akan diberangkatkan.
Perlahan kereta mulai berjalan dan melesat melewati pemukiman.
Rukha mulai menikmati perjalanan nya. Ia melihat kearah luar jendela dengan segala pemandangan yang disuguhkan.
Tanpa sadar ia menarik bibir nya membentuk lengkungan kecil. Ia tersenyum memandang pemandangan yang dilewati.
Pemukiman, sawah, hutan hijau yang rindang dan pegunungan, seketika ia mengingat hamparan hijau kebun Murbey milik Ayahnya.
'Perjalanan pertama ku, dan aku sendiri,
Suatu hari Aku, Ibu dan Ayah pasti akan melakukan perjalanan bersama. Pergi ketempat dimana kita bisa menghabiskan banyak waktu bersama. Meleburkan segala rasa beku yang selama ini telah tertanam.'
Lirih Rukha dalam hati.
Rukha kembali menggenggam tangannya erat untuk mengumpulkan energi demi mempertahankan kepercayaan dirinya.
Kereta melesat cepat menempuh jarak 311 km dengan membutuhkan waktu kurang lebih 5 jam perjalanan.
***
Stasiun Tugu Yogyakarta, 12.10 wib
"Harus nya kereta sudah mulai terlihat."
Ucap gadis berparas jawa, berambut lurus sebahu mengenakan dres dibawah lutut bercorak bunga-bunga kecil.
Ia bernama Ranti, gadis seumuran dengan Rukha, anak dari sahabat lama Hanum yang tinggal di Yogyakarta.
Sebelum keberangkatan Rukha, Hanum telah mengurus segalanya. Menghubungi rekan-rekannya yang terhubung dengan tempat perjalanan Rukha.
Phooooongggs….. terdengar suara klaskson kereta sebagai tanda kereta telah tiba distasiun tujuan.
Ranti menoleh kearah rel kereta, dan benar saja. Kereta Sancaka sudah mulai melihatkan bagian depan, dan terus berjalan pelan sampai ke jalur pemberhentian.
Para penumpang Sancaka Eksekutif-Bisnis mulai turun dan memenuhi jalur kedatangan stasiun Tugu.
Ranti terus menoleh kanan dan kiri, mencari ciri-ciri gadis yang sudah diberitahu oleh ibunya.
Rukha memiliki ciri yang khas, karena ia seorang gadis berparas Turki dan memiliki bola mata berwarna biru gelap. Ke khas-an nya membuat ia mudah dibedakan dari gadis-gadis pribumi lainnya.
Ranti langsung mengenali cirinya dengan sekali melihatnya dari kejauhan. Ia berlari kearah Rukha.
Menghampiri gadis bermata biru gelap yang mengenakan dress hitam dibawah lutut dan dipadukan dengan ikatan pinggang yang terikat dibagain belah kanan perutnya.
"Rukha?" Tanya Ranti dengan senyuman.
"Iya." Rukha membalas senyum nya.
Rukha tidak merasa waspada karna ia sudah diberi tahu oleh ibunya, bahwa anak temannya akan menjemput di stasiun Tugu.
"Ranti?" Rukha balas bertanya.
"Iya, aku Ranti." Ranti menjawab sambil menjulurkan tangan nya untuk saling bersalaman.
"Rukha." Rukha menyambut juluran tangan Ranti, dan mereka saling bersalaman.
"Wahh, kau benar-benar cantik. Bahkan lebih cantik dari yang ku duga."
Ranti berkata kagum sembari tersenyum lebar pada Rukha.
Rukha membalas dengan senyum anggun nya.
"Ayok, kita langsung keluar. Pasti kau lelah setelah dua kali menaiki kereta. Ehh, sini biar aku bawakan tas mu."
Ranti berkata sembari menyambar tas jinjing yang Rukha bawa.
Rukha terkejut, dengan reflek ia mempertahankan tas nya.
"Tidak apa-apa Ranti, biar aku saja yang membawanya." Ucap Rukha.
"Biar aku saja Rukha. Kau pasti lelah."
Ranti langsung melepaskan tangan Rukha dari tas nya. Dan mengajak Rukha berjalan keluar stasiun.
Langkah Rukha terhenti ditengah perjalanan.
Ia memegang lehernya, memeriksa sesuatu.
Tanpa disadari, ia telah kehilangan syal abu tua favorite nya.
"Ada apa Rukha? Apa ada yang tertinggal?"
Tanya Ranti karena melihat Rukha menghentikan langkah nya dan memegang lehernya sembari mengoleh kebelekang.
Rukha terlihat resah, matanya memandang arah jalan yang telah dilaluinya. Barangkali terjatuh ketika ia berjalan.
Ia hanya melihat langkah orang-orang yang hilir mudik dengan kegiatannya masing-masing.
Tidak menemukan ada barang yang tercecer dilantai stasiun.