Dita tersenyum dalam tangisnya. Ia tak lagi merasa sendirian. Sahabat tak pernah pergi dalam keadaan apapun meski di titik terendah Dita sekalipun.
"Ada apa ini, kok ngumpul?" tanya Felly. Ia datang membawa sepaket ayam krispi dan nasi untuk dimakan bersama-sama.
"Kita di sini untuk Dita" jawab Peto.
"Tante boleh gabung, dong?" canda Felly.
"Selalu ada tempat buat tante imut satu ini," ujar Arnold.
Mereka makan bersama saat itu. Kebersamaan itu sejenak menghapus kesedihan Dita. Dia bisa tertawa meski tak seceria dulu.
**
Bali, menjadi kenangan indah sekaligus buruk di benak Dita. Dia bisa sembuh dengan cepat. Luka di dadanya mengering, hanya tinggal melepas perban.
Dita harus mengenakan baju longgar untuk sementara waktu. Ia sudah boleh keluar dari rumah sakit karena kesembuhan yang begitu cepat. Ini artinya dia harus siap pulang ke Jakarta.
"Udah ya, Dit? Kamu siap pulang?" tanya Felly.
"Siap, Kak."