"Saya tanya apa caramu untuk meluluhkan?"
Kakrataka segera menarik tangan Kirana untuk keluar dari rumah. Menuju teras dan duduk berdampingan, tak lupa menutup pintu utama.
Kakrataka mendongak, menatap langit biru yang terhampar di langit sana. Mengembuskan napas berkali-kali, guna menetralkan sesak pada bagian dadanya yang cukup menyiksa.
"Mungkinkah kita memang tidak berjodoh?"
Sudah berhari-hari Kirana mencoba menghilangkan pikiran itu dari dalam benaknya. Hampir tumbang juga raganya hanya dengan menekankan kalimat tersebut dalam otaknya.
Memang sudah diatur oleh Sang Pencipta perihal jodoh atau tidaknya, tetapi Kirana merasa sakit jika harus kembali mengulangi luka yang sama. Bahkan jaraknya tak sampai tahunan, tetapi hanya beberapa bulan saja.
"Saya sudah mencoba menepis pemikiran itu dari dalam benak saya sendiri. Mengapa kamu justru kembali menghadirkan pemikiran itu dalam benak saya?" protes Kirana dengan kobar api dalam pandangannya.
