15 Tahun kemudian...
"Iya, Pa! Aku akan mampir ke rumah sakit. Baiklah!"
Devan menutup panggilan telepon dari papanya yang sudah tidak sabar menyambut kedatangannya. Lima belas tahun berlalu begitu saja. Di usianya yang terbilang remaja, Devan di minta papanya untuk bersekolah di Eropa. Dan sekarang, ia di panggil kembali ke Indonesia untuk kembali dengan orang-orang yang sangat merindukannya.
Devan dengan kesuksesan yang di bawanya tentu saja membuat keluarga di Indonesia sangat membanggakannya. Kini Devan telah sukses di bidangnya. Ia memiliki beberapa perusahaan manufaktur peralatan kesehatan di beberapa negara. Kepulangannya di Indonesia sudah ia rencanakan sejak lama. Oleh karenanya, ia juga membangun perusahaan baru di bidang yang sama. Dengan kesuksesannya memimpin perusahaan yang berkecampung di dunia medis, kini ia hidup bergelimang harta. Ia bahkan mampu mendirikan sebuah rumah sakit yang saat ini di pimpin oleh papanya.
"Apa kabar gadis itu sekarang?" gumamnya saat membayangkan sosok gadis kecil yang selalu mewarnai hari-harinya saat ia ada di Indonesia.
Karena perasaan rindunya ia mempercepat laju mobil yang membawanya. Ia ingin segera menemui papa, mama dan satu orang terkasih yang selalu ada di hatinya sejak gadis kecil itu di lahirkan di dunia.
Ketika Devan berusia 14 tahun, Miranda-ibu angkatnya, melahirkan seorang anak perempuan. Dan masa kecil menggemaskan itu berhasil menjadi moment spesial di hati Devan. Anak perempuan itu bernama Vanilla, yang akrab ia panggil dengan nama Vani.
"Dia sudah remaja sekarang. Selucu apa dia sekarang?" ucapnya sambil terus tersenyum membayangkan adiknya.
Dalam diam Devan menikmati perjalanan. Menikmati banyaknya perubahan yang ada di negaranya. Sesekali ia berdecak kagum saat melihat bangunan megah yang nampak baru baginya. Senyumnya terus mengembang menemani perjalanannya.
Hingga beberapa saat kemudian ia berhenti sejenak di depan sebuah rumah megah yang sangat di kenalnya. Ia mengamati sebuah rumah yang ada di pinggir jalan. Rumah yang mengingatkannya pada hari itu. Hari dimana ia merasakan pedihnya dicampakan sebuah keluarga.
Beberapa bodyguard nampak berjaga di sana. Ada sekitar enam orang yang berdiri di depan pintu depan besar nan megah milik rumah mewah itu.
"Neraka itu tak banyak berubah semenjak kepergianku." gumamnya sambil memperhatikan rumah itu dari dalam mobilnya.
Tak lama kemudian ia melihat sosok wanita keluar dari rumah itu. Wanita itu memarahi salah seorang bodyguard dan menamparnya berkali-kali. Melihat perangainya yang sadis membuat Devan tersenyum melihatnya.
"Iblis itu masih tetap saja lembut seperti dahulu." lanjutnya.
Kemudian dengan tersenyum licik Devan menghubungi seseorang dengan ponselnya. Ia menelepon sambil terus memperhatikan sosok wanita tua yang tidak lain dan bukan adalah seorang ibu yang melemparnya kejalanan saat ia berusia 13 tahun. Dan rumah itu adalah tempat tinggalnya sebelum akhirnya ia di usir dari sana.
"Carikan aku info tentang JN Group!" perintahnya pada seseorang melalui telepon.
Devan memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku kemeja yang ada di balik jasnya. Ia kembali memandangi sosok itu. Tak lama setelahnya, seseorang mengetuk kaca mobilnya. Ia melihat seorang gadis berseragam SD sedang memandanginya dari luar jendela mobilnya. Devan membuka kaca jendela mobilnya. Satu alisnya terangkat memandang sosok lucu yang memergoki keasyikannya itu. Devan membuka kacamata hitamnya, lalu memandangi sosok mungil itu dengan tatapan hangat.
"Paman siapa? Kenapa memandangi rumahku?" tanya anak kecil itu.
Menyadari bahwa anak kecil itu adalah bagian dari keluarga JN group akhirnya Devan tersenyum. Ia mulai mengira-ngira tentang siapa sosok mungil itu.
"Siapa namamu?" tanyanya ingin tahu.
"Kenapa Paman menanyakan namaku?" anak kecil itu kembali bertanya, dan hal itu membuat Devan tersenyum.
"Tentu saja untuk mengenalmu." jawab Devan ringan.
Gadis kecil itu memandangi Devan dengan tatapan seriusnya.
"Kata mama, aku tidak boleh memberi tahukan namaku pada sembarang orang."
Kepolosan anak kecil itu membuat Devan tersenyum. Dan kehadirannya membuat Devan sangat penasaran.
"Apakah mamamu Sarah?" Devan menebak-nebak salah seorang kakaknya yang juga pernah melukainya hanya karena dirinya bukan adik yang di maksudkan.
"Apakah Paman mengenal mamaku?"
Devan tersenyum. Tanpa bertanya lebih banyak lagi dia sudah mendapatkan jawaban. Siasat licik menggema dalam pikirannya. Satu rancangan sudah ada di otaknya.
"Apakah kamu mau permen?" tawar Devan kemudian.
Ia memberikan sebuah permen lollipop kepada anak kecil itu. Seperti kebanyakan anak kecil lainnya, ia nampak sumringah. Ia nampak senang melihat sebuah lollipop yang ada di tangan Devan. Devan pun tersenyum.
"Mau!"
Dengan riang anak kecil itu meraih lollipop pemberian Devan. Namun tiba-tiba seseorang datang dan menepis permen yang di sodorkan oleh Devan. Permen itu jatuh.
"Jangan sembarangan memberi!"
Seorang wanita datang dengan raut wajah dinginnya. Wanita itu seperti menaruh kecurigaan pada Devan yang memberikan sebuah lollipop pada anak kecil yang tadi mengajaknya bicara.
Wanita itu bertubuh ramping. Ia mengenakan gaun mini berwarna hitam yang memamerkan bentuk kakinya yang indah. Dari busana dan riasan yang ada di wajah beserta assesoris yang melengkapi gayanya, sudah nampak sangat jelas bahwa wanita itu adalah bagian darj keluarga yang memiliki rumah megah nan indah tersebut.
Usai menegur Devan, wanita itu menarik anaknya agar berhadapan dengannya. Ia membungkukkan badan dan memandangi anak kecil itu dengan tatapan seriusnya.
"Mama kan sudah bilang, jangan asal terima barang dari orang lain!" ucapnya ketus sehingga membuat anak kecil itu tertunduk malu.
"Maaf, Ma." jawab anak kecil itu seraya menundukkan wajahnya.
"Masuklah!" pintanya sambil menunjuk ke arah rumah megah bak istana yang tadi sempat menarik perhatian Devan.
Setelah anaknya masuk, wanita itu berdiri kembali dan menghampiri Devan. Dari jendela mobil Devan yang terbuka ia mengamati pria itu.
"Kamu siapa! Jangan berani-beraninya meracuni anakku dengan permen murahmu itu!" lanjutnya kesal.
Devan tersenyum smirk mendengar perkataan wanita yang baru di jumpainya. Di pandangnya wanita itu sambil tersenyum. Dalam batinnya ia cukup senang karena dengan cara tak terduga bisa bertemu dengan seseorang yang juga di bencinya di masa lalu.
"Maafkan aku." jawab Devan sambil tersenyum ramah. "Aku hanya melihat-lihat rumah megah itu, dan tiba-tiba gadis kecil tadi menghampiri."
"Jika sudah selesai melihat, cepat pergilah! Jangan melibatkan kami!"
Devan menggela napas panjang setelah menjawab pertanyaan wanita yang menegurnya.
'Sarah! Tetap saja sombong seperti dulu!' gumamnya dalam hati.
"Baiklah." Devan memasang kembali sabuk pengamannya. "Maafkan aku jika aku membuatmu tak nyaman. Semoga suatu hari nanti kita bertemu kembali dalam keadaan yang lebih baik dari ini."
Bersambung...
Salam sejahtera para readers yang baik hati.
Jangan lupa!
Tinggalkan pesan.
Dukung author dengan vote, komen dan subscribe.
Saya sangat membutuhkan masukan dan dukungan dari kalian semua.