Chereads / Transformasi dan Balas Dendam Kupu-Kupu Biru / Chapter 22 - Sikap Kasar Sang Nenek

Chapter 22 - Sikap Kasar Sang Nenek

Ketika tamparan itu datang, Cantika terhuyung mundur dan menghindar. Tangan Dinar menggantung di udara. Karena mencondongkan tubuh ke depan, dia hampir jatuh. Liana buru-buru melangkah maju untuk menahannya. Lalu, dia memelototi Cantika dan mengutuk, "Cantika, nenekmu sedang mengajarimu, bagaimana kamu bisa menghindar!"

Setelah mengutuk, Liana menyesalinya. Untuk apa dia membantu wanita tua ini? Dia seharusnya membiarkannya jatuh, jadi dia bisa memeras Cantika. Liana sangat menyesali tindakannya ini.

Kaki Cantika sakit, jadi dia hanya duduk di kursi. Dia mengangkat kepalanya, dan memandang Dinar serta Liana sambil tersenyum, "Sepertinya kalian tidak ingin hidup lagi."

Dinar yang tidak bisa mengalahkan Cantika, merasa setengah mati karena marah. Sementara itu, Liana yang melihat Cantika menatapnya seperti ini, tiba-tiba merasa auranya begitu kuat. Dia tercengang, dan tergagap, "Tidak ingin… hidup? Apa… apa maksudmu?"

Cantika memandang Dinar dan bertanya sambil tersenyum, "Bagaimana bibi memperlakukan ibuku setelah dia menikah? Apakah bibi merayakan pernikahannya dan menyambutnya? Apakah bibi dan nenek mengalokasikan ladang untuknya? Apakah kalian pernah memberinya secangkir beras saja? Bagaimana kalian bisa memarahi dia setelah dia melahirkan Maya? Bagaimana kalian bisa mengejeknya karena tidak bisa melahirkan bayi laki-laki? Ayahku sakit saat itu, dan Maya baru saja lahir. Bagaimana sikap kalian saat kami meminjam uang?"

Cantika berhenti sebentar, lalu melanjutkan, "Nenek, kapan kamu memperlakukan aku, Maya, dan Jihan sebagai cucumu? Apa yang kamu katakan kepada penduduk desa tentang kami? Kamu mengatakan bahwa Maya dan aku adalah anak liar, seperti monster yang kelakuannya tidak baik. Tapi kenapa sekarang saat kamu melihat sedikit uang di tanganku, kamu malah memintanya dengan alasan bahwa kamu adalah nenekku? Ayahku sudah tidak ada lagi. Mulai sekarang, aku memiliki keputusan terakhir di rumah ini. Kalian ingin meminta uang, tidak mungkin!"

"Dasar gadis licik!" Dinar sangat marah hingga matanya menyala. Dia tidak merasa bersalah atas kata-kata Cantika. Dia maju ke depan, mengulurkan tangannya, dan menatap Cantika dengan tegas, "Tidak mau memberi uang?"

"Tidak!" Cantika tampak tegas. Melihat tatapan Dinar, tatapan Cantika juga menjadi semakin dingin.

"Jika aku tidak melahirkan ayahmu, kamu tidak akan memiliki kesempatan untuk datang ke dunia ini! Tidak peduli bagaimana aku memperlakukanmu, kamu harus membalas kebaikan yang aku berikan kepada ayahmu!"

Setelah mendengar ini, Cantika merasa ini lelucon besar. "Apa menurutmu aku benar-benar ingin berada di dunia ini? Apa menurutmu aku ingin menjadi anggota keluargamu yang menjijikkan itu?" Cantika tersenyum dingin, "Bersikaplah baik, kamu sudah tua, jangan sampai energimu terbuang untuk hal yang mengerikan ini."

"Gadis nakal, kamu berani mengutukku!" Dinar tiba-tiba menjadi sangat marah, dan dia bergegas ke depan. Dia mendekati Cantika dan hendak memukulnya.

Sukma melangkah maju untuk membantu, tetapi Liana memblokirnya, dan dia mengutuk dengan keras, "Sukma, lihatlah dirimu, Cantika sangat kejam, berani mengutuk neneknya, jika kamu membantunya lagi, di masa depan, dia akan menjadi pembunuh. Dia benar-benar merugikan dirinya sendiri. Jika kamu tidak memiliki kemampuan untuk mendidik anak, biar orang yang lebih tua menanganinya. Bukankah kamu, seperti Cantika, selalu ingin melihat kematian ibu?"

"Aku… aku tidak…" Sukma pucat ketika Liana berkata. Beraninya

dia memiliki pikiran seperti itu.

Liana menghentikan Sukma saat ini, dan Dinar yang kuat telah menangkap Cantika dan memukulinya. Cantika melawan, tapi dia kurus dan kakinya sakit. Dinar merogoh saku celananya untuk mengambil uangnya. Ketika dia berhenti, Dinar menendang perutnya.

"Ah!" Cantika jatuh ke tanah, perutnya terasa sakit. "Ah… sakit…" Dia duduk di lantai, tangannya menutupi perutnya erat-erat karena sakit. Wajahnya tiba-tiba berubah pucat.

Ketika Liana mendengar gerakan itu, dia berbalik dan melihat Cantika duduk di tanah memegangi perutnya. Wajahnya langsung pucat, setetes demi setetes darah mengalir di dahinya.

Liana tertegun, "Ibu… ini…"

"Cantika!" Sukma melangkah maju dan membantu Cantika. Cantika tidak bisa berdiri, perutnya sakit seperti digiling.

"Ibu, sakit…" Cantika mengerutkan kening menahan rasa sakit.

Sukma ketakutan dan bingung, "Di mana yang sakit?" Kemudian, dengan marah, dia menoleh dan berteriak kepada Dinar, "Kamu keterlaluan! Kamu terlalu kasar pada Cantika! Cantika adalah cucumu, tapi kamu tidak pernah memberinya apa pun sejak dia lahir. Mengapa kamu malah meminta uang padanya dan memukulinya? Kita hanya bisa bergantung pada uang ini. Mengapa kamu harus mengambilnya? Kamu tidak punya uang? Minta pada anak-anakmu! Bukankah kamu sangat mencintai mereka? Jika kamu tidak punya uang untuk dibelanjakan, kamu cari saja mereka, untuk apa kamu menindas kami! Wanita tua tidak tahu malu!"

Sukma berteriak histeris, dan penduduk desa sekitarnya mendengar raungan itu. Maya dan Jihan yang sedang berbaring di tempat tidur ketakutan dan menangis.

Dinar belum pernah melihat Sukma begitu galak sebelumnya. Dia tertegun oleh raungannya. Sukma merasa kasihan pada Cantika. Dia berjongkok dan memeluknya, "Semuanya salah ibu. Jika ibu patuh pada nenekmu dan tidak menikahi ayahmu, kamu tidak akan datang ke dunia ini dan menderita, apalagi bertemu dengan keluarga yang menyedihkan ini."

Wajah Cantika menjadi lebih pucat dan rasa sakit di perutnya membuat matanya merah. Sekarang dia mendengar kata-kata Sukma, hatinya juga sakit. Mata merahnya dipenuhi air mata.

Dinar melihat bahwa ekspresi Cantika sepertinya tidak berpura-pura, dan dia tahu bahwa gadis itu merasa kesakitan sekarang. Tetapi dia tidak mau mengakui bahwa dia menendang dan melukai Cantika. Setelah

memarahi Sukma dengan cara yang paling kejam, dia memarahi Cantika, "Pelacur kecil, jika kamu ingin berpura-pura akan mati, jangan di depanku! Kamu ingin meminta ganti rugi, kan? Aku tidak menendang perutmu dengan keras!"

Cantika mendongak, matanya penuh air mata. Dia menatap Dinar dengan dingin. Wajahnya pucat pasi, dengan mata besarnya yang penuh air mata itu, dia memberi tatapan paling tajam pada wanita tua di rumahnya.

Dinar sangat ketakutan oleh Cantika yang bersikap seperti itu. Tubuh Liana juga bergetar. Cantika pada saat ini memiliki aura yang lebih kuat dari mereka berdua. Ke mana perginya gadis lemah yang mudah ditindas itu? Kenapa sekarang dia berubah menjadi monster yang menakutkan?

Cantika memandang Dinar dengan dingin. Dia mengucapkan setiap kata dengan penuh penekanan, "Saat aku dewasa, aku tidak akan pernah lupa perbuatanmu. Aku akan membuat hidupmu selalu menderita. Ingat kata-kataku!"

Cantika menahan air matanya dan tidak membiarkan dirinya terlihat lemah di depan Dinar dan Liana. Meski dipenuhi air mata, matanya itu masih menampakkan cahaya dingin.

Dinar semakin takut. "Kamu… Dasar gadis gila!" Dia masih ingin mengutuk, tapi tatapan dingin Cantika membuatnya takut. Di sela rasa takutnya ini, dia melihat Cantika mengalihkan pandangannya ke belakang.

Dinar mengira suaminya yang ada di sini, jadi dia berbalik. Saat melihat orang di belakangnya, dia tertegun sejenak, lalu tanpa sadar melirik Liana. Liana penasaran, dan berbalik. Ketika melihat sosok tinggi berdiri di depan pintu, ekspresi Liana berubah. Itu adalah Abimayu!

Abimayu tampak murung dan memandang kedua wanita itu dengan dingin, "Kalian benar-benar keterlaluan." Masuk akal bahwa ini adalah urusan keluarga orang lain, dan Abimayu seharusnya tidak terlalu ikut campur. Tapi dia tidak bisa terbiasa melihat penindasan di depan matanya. Sebagai manusia, dia setidaknya harus bisa menyelamatkan orang yang sedang ditindas meski pelakunya adalah dari keluarga sendiri.