Saat hari terakhir tiba, Adit sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk meninggalkan Amelia, termasuk uang pemberian Yustina yang jumlahnya luar bisa banyak. Saat itu dia tengah menunggu Narsih dan juga para keponakannya untuk pergi bersama, dia masih belum tenang jika mereka belum kembali dengan aman dan selamat.
Dilihatnya sang putri yang tengah bermain dengan bonekanya, gadis yang selalu pucat pasi dan tampak lesu. Walau begitu, senyum indahnya adalah semangat serta alasan Adit bertahan hidup bahkan sampai rela menapaki jalan haram itu. Baginya, selagi apa yang dia kerjakan bisa membahagiakan satu-satunya hidupnya itu, dia tidak peduli.
Suara bel terdengar nyaring, Adit segera membukanya lalu Narsih dan juga kedua keponakannya langsung menerobos masuk dengan napas terengah-engah. "Apa sudah siap, Dit?"
"Sudah, Bi. Tidak banyak yang aku bawa, hanya benda penting saja. Baju dan sebagainya bisa kita beli di sana."
"Memang kita mau ke mana, Dit?"