Yustina menatap kosong langit-langit kamarnya yang terasa pengap. Entah sudah berapa lama, dia tidak pernah menghitung berapa lama sudah terkurung di dalam sana.
Harapannya terasa pupus, apalagi saat rindu pada Alexander sulit dia bendung. Kewarasannya juga semakin menipis, terkadang dia berhalusinasi bahwa sang putra ada dalam pangkuannya.
Dibandingkan awal dia datang ke tempat itu, Yustina jadi jauh lebih pendiam. Dia memilih untuk termenung membayangkan kebebasannya. Bisa kembali memeluk Alex, membawanya pergi bermain lalu menendang pergi para manusia munafik yang sudah merusak hidupnya.
Melihat itu, Rose semakin senang, karena itu artinya besar kemungkinan dengan mudah menyingkirkan Yustina selamanya. Selama berbulan-bulan, dia menghabiskan waktunya untuk menyiksa Yustina secara psikis, membuat kejiwaan wanita itu semakin tidak terkendali.
Praaang!