"Astaga."
Gelas kecil itu berhasil lolos dari pegangan Alea, hingga pecah jadi berkeping keping mengotori lantai kontrakannya.
Perasaannya ikut tak enak, Alea mendadak teringat pada Wiyana. Entah ada apa, tapi Alea yakin pasti ada sesuatu yang buruk terjadi pada sahabatnya itu.
"Kok dia belum balik, ya?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Alea melirik jam yang tergantung pada dinding, sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Biasanya Wiyana tidak pernah pulang terlalu lama, dan jika gadis itu akan pulang terlambat biasanya Wiyana akan memberitahu dirinya. Pasti ada yang tak beres.
Maka, Alea berinisiatif untuk menghubungi nomor sahabatnya itu. Satu kali melakukan panggilan, setiap deringan membuat jantungnya terpacu cepat.
"Angkat, dong. Wi!" gumamnya tak tenang, guna menetralisirkan rasa gugupnya. Alea berjalan ke sana dan ke sini, mondar mandir di tempat yang sama berulang kali karena risau tak kunjung menghilang dari hatinya.