Sementara itu di persimpangan lapangan kantin, Godam nampak berjalan sambil menundukkan kepala.
Arus kendaraan sedang lengang, hanya debu jalanan saja yang terlihat tebal. Di atas aspal yang panas terpanggang matahari tanah nampak retak-retak.
Sebuah kendaraan roda empat baru saja lewat. Genangan lumpur yang sudah mengeras pecah berderai dan menjadi abu yang beterbangan di udara.
"Mas ...!" Hafid memanggilnya.
Godam menoleh, hatinya langsung gentar melihat anak lelaki Haji Zidan. Lelaki pengusaha real estate itu seperti sengaja mencarinya.
"Mas mau kemana?" tanya lelaki muda begitu sampai di dekatnya.
"Kemana kaki membawaku saja," jawab Godam acuh tak acuh.
"Aku lihat pekerjaan Mas hampir selesai. Aku hendak memberi upah kepadamu."
"Upah apa?" Godam mengerutkan dahi.
"Upah menggali selokan di sekitar komplek perumahanku." Hafid menatap pekerja serabutan itu dengan seksama.
"Kalau kau terniat memberikannya, berikan saja sekarang," jawab Godam acuh tak acuh.