Aira mendongakkan kepala mendengarnya, "Maksudmu, apa?"
"Ya, biar kesalahanku yang sebelumnya bisa hilang."
"Aku …." Aira hendak protes ketika Jake mendekatinya. Pemuda itu duduk jongkok di hadapannya.
"Aku mencintaimu …" Bibir Jake bergetar ketika mengucapkannya, "Sejak kita pertama berjumpa kembali."
"Bila kamu merasa apa yang aku lakukan kemaren itu sebuah kesalahan, maafkan aku. Kamu tahu, Aira, aku sudah mengetuk pintu lebih dari sepuluh kali tapi sama sekali tidak ada reaksi." Suara Jake memelan.
"Tidak ada tanda-tanda kalau kamu mendengarnya. Karena lamat-lamat aku menangkap pembicaraanmu dengan seseorang di telepon," katanya.
"Hal itulah yang membuatku merasa kalau situasi di dalam kamar pastilah baik-baik saja kalau aku masuk." Jake menambahkan.
"Itu … Papa." Aira tercekat mengucapkan kata itu.
Sama sekali ia tidak menduga kalau Jake akan menyatakan perasaannya dengan begitu santai seolah tanpa beban sama sekali.