"Cikupa, Cikupa!" Kernet itu mulai bersorak untuk membangunkan penumpang yang hendak turun di daerah itu.
Beberapa orang terlihat berdiri dari duduknya. Begitu mobil berhenti, orang-orang itu berebut turun dari bis.
Sementara penumpang yang tidak merasa turun di tempat itu tetap mempertahankan kantung yang begitu menggantungi kelopak mata mereka.
"Hati-hati, tangganya licin." Kernet memperingatkan penumpang yang turun. Ibnu mengulum senyuman mendengar logat si kernet.
Lepas dari simpang Cikupa, mobil berbelok ke kanan. Mereka pun mulai melewati jalanan kecil memanjang.
Sesekali mobil direm mendadak saat rodanya membentur batu atau lobang yang menganga, atau bertemu bengkolan yang tajam dan berliku.
Jalanan menuju desa Ibnu, diapit oleh semak belukar tanpa penerangan lampu. Bukit dan jurang berada di sisi kanan dan kiri jalanan berbatu yang mereka lewati.
"Cikupa ujung, Cikupa ujung!" Seru kernet lebih keras lagi.