Jam tujuh usai sarapan pagi, Jerry kembali ke dapur dengan membawa satu buku catatan miliknya. Penghuni asrama yang terkenal sangat nerd itu tidak suka membuat catatan digital. Katanya tangannya itu harus selalu menyentuh kertas, hidungnya harus selalu membau tinta pena. Preferensinya itu konon didukung fakta ilmiah bahwa aktivitas kinestetik tangan diatas buku akan sangat sulit tergantikan dengan metode pencatatan digital seperti yang banyak dilakukan orang di zaman sekarang. Ada koneksi dan jembatan komunikasi khusus ketika tangannya merasakan tekstur kertas melalui guratan mata pena.
Namun tentu saja tak semerta merta Jerry menihilkan fungsi teknologi dalam kegiatan belajar. Karena faktanya seluruh jurnal ilmiah dan buku-bukunya tersimpan rapi dalam laptop. Jika berkesempatan masuk ke kamar Jerry, tidak akan ditemukan satu pun jurnal ilmiah, arsip dokumen fisik, ataupun buku. Semuanya digital, minimalistik. Jerry lebih baik membayar untuk cloud storage untuk keamanan seluruh dokumen digitalnya.
"Prof Jerry!" Dhaiva akhirnya datang setelah ditunggu cukup lama. Sebuah gitar dibawanya. "Jadi gimana? Kemaren udah baca sih konsepnya, cuma belum terlalu paham fungsi dan outputnya gimana," tanyanya to the point soal proyek penelitian ilmiah sederhana gagasan Jerry yang akan mereka lakukan di laboratorium sains SP lantai empat.
Ya, tentu saja bakat-bakat ilmiah para penghuni asrama difasilitasi oleh Adriana, Haikal, dan Dewan Kontributor. Karena setiap tahun, setiap angkatan, pasti ada minimal satu yang seperti Jerry.
"Bentar. Lo buru-buru gak? Mau manggung lagi kayaknya nih?" tunjuk Jerry pada gitar Dhaiva. Jerry tahu kalau Dhaiva itu seorang penyanyi indie di salah satu kafe dekat SP, katanya sekedar menyalurkan bakat dan hobi sekaligus dibayar.
"Iya, mau perform. Tapi gak buru-buru kok," jawabnya.
Jerry mengangguk, kemudian menunjukkan layar laptopnya pada Dhaiva, "Ini." Jerry pindah kesamping Dhaiva agar lebih leluasa menjelaskan.
"Jadi gini Va. Kita kan mau memvalidasi peranan mikroba di usus mamalia terhadap mood dan perilaku, melalui Gut-brain axis, dalam hal ini tikus percobaan ya," buka Jerry. Dhaiva hanya mengangguk-ngangguk sembari matanya fokus pada diagram alir yang ditampilkan Jerry.
"Ada tiga disiplin ilmu yang bakal bermain, meskipun sebenarnya ... dua lah ya. Biologi dan Komputer."
"Hmm. Gimana tuh?"
"Pertama, tugas Kita itu milih mikroba yang terindikasi mempengaruhi blood-brain barrier, atau B3, dan dia juga berpengaruh terhadap perilaku, perubahan mood gitu. Terus Kita jadikan itu probiotik, dan Kita kasih sebagai perlakuan pada tikus melalui jalur makan. Selama sebulan akan Kita amati, ada gak perubahannya," terang Jerry.
Dhaiva masih tampak berpikir, "Gue pernah baca sih kalau penelitian yang begini. Berarti novelty alias kebaruannya dimana Prof? Kalau sama ya berarti Kita naruh effort besar buat ngulang aja dong?"
Jerry menggeleng, "Gak Va. Gue mau publish hasil penelitian ini ke jurnal internasional atau conference. Noveltynya di sistem Kita memilih mikroba. Kita pakai komputerisasi, data science. Belakangan Gue belajar banyak soal itu," ujarnya, akhirnya sampai pada penjelasan tema besar penelitian mini rancangannya; Bio-Neuro Technology.
Dhaiva membinarkan matanya, itu terdengar menarik. "Gimana caranya? Setau Gue Kita bakal kekurangan fasilitas kalau disini, itu advanced banget Prof," ujarnya.
"Iya. Gue juga gak mau muluk-muluk Va. Tapi yang advanced maksud Lo itu kan yang secara genomik, strain RNA. Gitu kan?"
"Iya, itu."
"Kita gak sejauh itu Va. Gue kapok juga kalau ketinggian. Kita ambil data yang dari fenotip aja, itu pun udah Gue coba dan banyak banget strainnya. Budget Kita buat eksperimen juga perlu diperhatikan, maka Kita seleksi lagi."
Dhaiva mengangguk-ngangguk, "Berarti strainnya Kita kultur sendiri nih?"
"Kalau bisa gak usah Va. Pasti bakal ribet. Kita main nanti ke LIPI atau IPB. Sekalian networking sama mahasiswa dan penelitinya, siapa tau ada yang mau dibantu proyeknya yang serupa."
Dhaiva memetik jarinya keras, "Bener Prof. Ah, itu mah jagonya Lo. Gue pengen banget sesekali kerja sama mahasiswanya IPB di bagian mikrob atau Teknik Lingkungannya. Lo cari ya, lebih bagus kalau Kita bisa partnership kayaknya dibanding kerja sendiri disini. Budget penelitian nanti bisa dipake buat program divisi Lo, yang lebih umum dan entry level," sarannya.
"Bener juga ya Va?"
"Yoi. Udah ya gitu aja? Mulai explore LIPI sama IPB mau kapan? Gue ada beberapa kenalan mahasiswa disana."
"Oke. Gue juga ada kenalan di LIPI. Mungkin hari ini Kita kontak dulu aja kali ya mereka, besok baru Kita omongin lagi. Kalau bisa sih sebelum ... Kita masuk sekolah."
"Oke. Lo kapan masuk sekolah Prof?"
"Tengah bulan Januari pas, tanggal 15. Lo?"
"Kok lama amat? Gue tanggal 2 udah masuk."
Jerry tertawa, "Kasian. Lo sekolah di sekolah Jepang apa sistemnya emang se-strict dan ambis gitu?"
"Ah. Korban stereotip Lo. Gak juga lah, sekolah lokal juga tanggal 2-3 Januari kok. Kennedy aja tuh santai banget. Apa karena sekolah Amerika? Hahaha." Dhaiva tak mau kalah stereotip.
Jerry mengangguk-ngangguk, "Mungkin. Kennedy Inter isinya party people kecuali Gue."
"Wees! Mantap juga Prof. Yaudah yak, Gue pamit dulu nih. Atau mau ikut?"
"Ngapain?"
"Ya nonton Gue atuh di kafe. Belum pernah kan? Ayolah sekali kali, ntar Gue beliin kopi. Ya ya?" tanyanya antusias sekali mengajak Jerry yang masih lama berpikir. Hanya Dhaiva sepertinya yang mau mengajak anak pengurung diri dan gila belajar seperti Jerry untuk bersenang-senang meski hanya menonton live musik.
"Lama gak?"
"Yaelah gak akan terasa kalau nonton live music."
Jerry akhirnya mengangguk, lumayan juga, sudah lama tidak mendapatkan hiburan gratis. "Ayo deh."