Iqbaal membuka laptopnya di meja Sekretariat OSIS usai alarm istirahat berbunyi. Ia sedang tak ingin melakukan apapun selain mengerjakan tugas sekolah menjelang ujian yang telah menggunung tak tersentuh, terduakan ini itu oleh pekerjaan lain yang sifatnya non-akademik. Terkadang Iqbaal merasa bersalah dengan dirinya sendiri karena telah mengganti prioritasnya. Tapi apa boleh buat? Pekerjaan-pekerjaan yang dipimpin atau sekedar dipegangnya sebagai PIC itu lebih jelas menuntut dibanding tugas akademik yang lebih meminta hasil di akhir.
Tapi sepertinya kali ini agenda fokusnya juga tak berhasil, lantaran Silva membuka pintu ruang OSIS, diikuti Natya dibelakangnya. Dua orang itu termasuk pengguna Sekretariat paling rajin setelah Iqbaal.
"Eh ada Bapak Ketua, rajin banget nih?" sapa Natya berbasa-basi, duduk di ujung seberang Iqbaal, mungkin tak mau mengganggu. Namun yang dilirik Iqbaal bukanlah di penyapa, melainkan yang satunya; Silva.
Gadis itu menghindari kontak mata.