Bab 98.
Setiap masuk rumah Kak Eli, hatiku selalu membandingkan dengan rumah yang kami tempati. Namanya juga rumah dinas semi permanen, serba prihatin kondisinya. Akan tetapi dari gaji rumah dinas itulah, kami bisa membiayai sekolah anak. Kalau tidak, mungkin aku sudah ikut membanting tulang mencari biaya sekolah mereka.
"Nay, kamu baru bangun, ya?" sapa Kak Eli.
"Ehh-iya, Kak!" jawabku kaget.
"Aku mau telfon Sinta dulu, Kak! Takut mereka bangun kesiangan," ucapku.
"Oh-iya, telfon lah! Kak Eli berjalan ke toilet dalam kamar.
["Assalamu'alaikum ...,"] ucapku.
["Wa'alaikumsalam, Bu,"] sahut Sinta.
["Jangan lupa buat sarapan untuk kalian, ya!"
Uang jajan adik, jangan lupa di kasi!"]
["Iya, Bu, selesai salat, langsung Sinta masak sarapannya! Tadi malam udah Sinta kasi ke mereka."]
["Ya-sudah, selesai masak periksa lagi kompor udah mati atau belum, ya!"]
["Iya, Bu!"] jawab Sinta. Setelah itu aku pun mengakhiri percakapan di telfon.