"Tapi, bukannya untuk pengamanan web kita sudah menjalin kerja sama dengan PT Eksosfeir Term?" tanya sahabat sekaligus sekretarisku di seberang telepon dengan nada heran.
"Tidak apa-apa kita tetap bekerja sama dengan mereka, tapi PT Guide Meisosfer akan berpartner dengan PT Reseach Eksosfeir, jadi kita juga harus punya hubungan bisnis yang baik," jelasku singkat.
Aku bisa membayangkan anggukan Roni di seberang telepon saat mendengar jawabannya. "Baik pak, akan segera saya buat."
Menutup telepon aku kembali melanjutkan pekerjaanku.
Sepulang dari kantor, Panji duduk termenung di sofa rumahnya. Masih dengan seragam kerjanya Panji menyandarkan tubuhnya yang lelah di sandaran sofa. Panji berpikir akan dengan siapa dia dijodohkan. Kebetulan Panji mengenal wajah yang waktu itu berada di ruang tamu, mereka adalah om Hery dan tante Daisy. Memilih untuk mencari tahu dengan instan, Panji mengetikkan nama keduanya di google berusaha mencari di internet. Dengan kecepatan 8G dalam hitungan detik, muncul gambar sepasang suami istri dan anak perempuan mereka di layar hp Panji. Ternyata mereka punya anak gadis yang bernama Kinanti Restari.
Setelah memperoleh nama anak mereka, Panji kembali mengetikkan nama Kinanti Restari di pencaharian internet. Dan muncullah profilnya di wikipetia, mengkliknya, Panji membaca singkat profilnya, jika di lihat dari fotonya menurutnya Kinanti lumayan cantik. Setelah mengetahui itu rasanya Panji sudah tidak penasaran lagi, meski di dalam hatinya tercuat keinginan kuat, berharap bahwa Kinanti berubah menjadi wajah Kalista walau hal itu sangatlah tidak mungkin.
Ponsel Panji bergetar. "Bro, ke club nggak nih?"
Panji menghela napasnya berat. Sahabatnya memang pulang lebih dulu darinya. 'Sudah punya istri sih,' batin Panji iri.
"Nggak lah, skip aja gue," ucap Panji sambil membuka kancing bajunya yang menyesakkan dengan sisa-sisa tenaganya.
"Lo ... yakin nggak akan dateng kali ini?" tanya Roni sengaja memelankan suaranya untuk memancing rasa keingintahuan Panji.
"Nggak. Udah gue tu--"
"Bentar, bentar ... info cewek cantik, anggota baru club nih, masa nggak join?" Roni buru-buru memotong ucapan Panji, yang sudah pasti dia tahu, akan memutuskan sambungan telepon begitu saja.
"Lo tuh ya, udah ada bini masih aja ..." Sampai tiba-tiba Panji menghentikan ucapannya saat mendengar sebuah nama yang tak sengaja terdengar disambungan telepon temannya.
"Kalista Neviza! Pulang nggak lo!!"
"Apa sih berisik banget. Gue keluar dulu, Bro. Supaya percakapan kita lancar tak terganggu. Memang manusia sekarang banyak yang nggak tahu malu. Pada teriak-teriak, emang ini hutan apa?" dumel Roni karena percakapannya dengan sahabatnya terganggu oleh 'orang goa' padahal dirinya sendiri pernah berteriak dengan tidak tahu malu seperti itu saat menagih janji Panji untuk mentraktirnya.
"Eh tapi kayaknya gue denger ada yang nyebut Ka--" ucapan Roni terputus begitu saja oleh ucapan terburu-buru Rion.
"Lo ada dimana? Di tempat biasakan? Oke tunggu gue!"
Dan tuts ....
Sambungan terputus begitu saja.
"Oh cit! Main matiin aja nih anak!" Seru Roni kesal bukan main.
"Eh tadi--." Roni memutar pandangannya berusaha mencari orang yang mungkin saja dia kenal. Namun ...
"Hei."
"Astaga astaga naga taga," latah Roni karena dikejutkan oleh tepukan dipundaknya.
"Yo, Bro!" sapa Panji pada Roni yang sudah berbalik menatapnya, walau sekarang perhatiannya tidak untuk sahabatnya. Karena kini matanya tengah menjelajah untuk mencari seseorang.
"Wuih bro! Lo teleportasi ya? Gila cepet banget nyampeknya!" ungkap Roni terkagum-kagum akan kecepatan sahabatnya datang ke tempat yang lumayan jauh dari tempat tinggal sahabatnya itu.
"Mmm." Panji hanya menggumam akan celotehan sahabatnya. Sedangkan matanya terus mencari sesosok manusia yang di dambakannya.
"Gue bener-bener kagum sama lo! Lo naik apa kesini? Naik mobil? Pesawat? Kapal pesiar?" tanya Roni menggebu-gebu masih penasaran dengan apa temannya bisa datang secepat ini.
"Mmmh." Panji sudah akan melangkah melewati Roni begitu saja, saat tak menemukan apa yang dicarinya.
'Mungkin dia ada di dalam,' batin Panji dipenuhi harap.
Namun saat melangkah, lagi-lagi Rion menghalangi langkah Panji dengan berdiri di depan Panji dan masih mempertanyakan hal-hal yang menurut Panji sangat. Sangat. Sangat. Tidak. Penting. Itu.
"Atau jangan-jangan lo punya kekuatan super ya? Jangan-jangan lo udah di gigit sama macan terus berubah jadi siluman macan terus--" racau Rion yang benar-benar tak di hiraukan oleh Panji.
"Mmh." Geram Panji kali ini langsung memotong ucapan sahabatnya.
Tuk
"Cit!" umpat Panji.
"Apasih mmmh mmm mmmh, lo kira lo bini gue yang tiap malem mau gue dance mmm mmm mmm kayak artis korea itu?! Sadar dong lo!" kesal Rion setelah menendang lutut Panji saking kesalnya.
"T*i lo!" Sumpah serapah Panji untuk sahabat lucknut nya itu.
Ucapan Rion sebelumnya menarik perhatian orang-irang yang ada di klub panah ini.
Panji yang sadar akan atensi penghuni ruangan yang menatapnya dengan sebelah mata, berusaha meluruskan.
"Hei, hei, saya adalah orang normal! Banyak wanita yang menyukai saya!" Panji buru-buru mengklarifikasi. Namun bukannya membaik, orang-orang semakin memandang aneh Panji.
"Pfft! B*bi emang kalian berdua! Udah bubar-bubar! Sohib gue emang lagi pada ngelawak!" Wira menghampiri Panji dan Rion kemudian merangkul keduanya, berucap demikian untuk mengusir pandangan aneh orang-orang.
Mendengarnya orang-orang kembali pada kesibukan mereka di ruangan untuk mengambil stok anak panah dan busur untuk dibawa ke lapangan. Atau kembali menyantap makanan mereka yang memang di sediakan oleh pemilik klub memanah. Namun ada beberapa orang yang masih melirik ke arah tiga orang pria itu karena terpesona dengan ketampanan mereka.
"Tumben nih anak mau kesini? Ada angin apa?" tanya Wira sambil menoleh ke arah Panji.
"Tau tuh bro, gue tanyain malah jawab mmm mmm mm--" cerocos Rion yang segera mendapat geplakan tangan Wira.
"Congor lo tuh ya! Nggak bisa di filter dulu apa?!" ucap Wira memarahi Rion.
"Gue lagi gue lagi ..., eh tapi kalo nggak salah gue denger nama Kalis--"
Belum selesai ucapan Rion, Panji segera melepaskan rangkulan Wira, dan berlari ke segala penjuru ruangan bahkan kebagian lapangan memanah untuk mencari sesuatu atau mungkin seseorang.
Temannya yang melihat Panji seperti orang kesetanan segera berusaha menyadarkan Panji.
"Ji! Panji! Stop! Lo nyari apa sih?!" tanya Rion sambil menahan tangan Panji.
Nafas Panji ngos-ngosan. Memaki dirinya sendiri yang merasa sangat bodoh karena berharap tentang sesuatu yang bukan miliknya.
"AHHHH! GUE MAU NIKAH AJA?! TA* LO!" Setelah melepaskan amarahnya dengan berteriak dan lagi-lagi mendapatkan pandangan negatif dari orang sekitarnya. Panji keluar dari ruangan, tanpa melirik pada kedua sahabatnya yang terpukau dengan kegilaannya.
Menaiki motornya Panji melesat ke arah jalanan dengan kecepatan tinggi. Meniggalkan sahabatnya yang berusaha mengejarnya setelah sekian menit terdiam.
"Woi! Woi! Balik lo! Dasar Kang PHP!!" teriak Rion memaki Panji.
Wira menepuk bahu Rion. "Yon. Kalo ngomong dipikir napa, bisa bikin orang lain salah paham tauk! Untung gue udah temenan sama lo dari lama, jadi pikiran gila itu nggak sampai ke otak gue!" nasehat Wira.
Rion tersadar. "Astaga-naga! Kalian kenal gue berapa tahun sih?! Masih mikir yang unfaedah kayak gitu?! Gue udah punya buntut woi! Buntut!" jerit Rion berusaha menyadarkan.
Anggota lain pun berlalu tak menanggapi jeritan absurd Rion, berusaha menjelaskan pada anggota baru, jika memang Rion segila itu tapi masih ada sedikit sekali kebaikan di hatinya dan bahwa Rion memanglah lurus, nggak belok kemana-mana.