"Sate bang, seratus tusuk."
"Hah? Ku-ku-kunti--" ucap abang tukang sate terbata-bata karena tidak ada penampakan orang disamping kanan dan kirinya.
"Yaelah, bukanlah bang, mana ada kuntilanak di siang bolong gini? Mana ada kunti yang ganteng kayak saya ini? Mana ada kunti yang bisa naik motor?" Panji kemudian muncul dari belakang abang tukang sate dan bertanya absurd. 'Melamun pasti ni abang' - batin Panji.
"Ealah, Mas. Ngagetin aja! Tak pikir kunti lo, Mas." jawab abang tukang sate sambil mengelus dadanya yang hampir saja jantungan.
"Dahlah bang, saya pesen sate ayam seratus tusuk, sambal kacangnya banyakin, pakai jerut purutnya satu buah, terus cabenya pisahin aja." Panji memesan dengan keakuratan 98%.
"Ooo iya, Mas. Banyak banget Mas? Yakin bisa dihabisin?" tanya abang tukang sate yang sebenarnya ingin bertanya 'Yakin sanggup bayar? Nanti saya dibayar pakai uang daun lagi.'
Seperti sudah pengalaman Panji langsung mengeluarkan dompetnya dan berkata, "Berapa, Bang?"
'Wuih tebel ternyata.' -batin abang tukang sate. "298.000 Mas."
Panji mengeluarkan uang berwarna merah empat lembar dan menyerahkannya pada abang tukang sate. "Sekalian Bang minumnya tiga gelas es jeruk. Yok Bang," ujarnya sembari pergi ke belakang untuk mencari tempat duduk.
"Eh, Mas! Mas!" panggil abang tukang sate.
Panji menoleh dengan gerakan slowly, "Apaan lagi, Bang? Kembalian? Nggak usah ambil Abang aja." ujar Panji songong.
Para pengunjung setia sate Bang TDBP (Tanya Dulu Baru Pesan) menggeleng-gelengkan kepala mereka miris. 'Belum tahu dia,' batin para pengunjung baru.
Mengabaikan keadaan sekitar, Panji menyedekapkan tangannya.
Abang tukang sate menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan Panji yang songongnya luar binasa. "Bayarannya kurang Mas. Satu gelas es jeruk sama dengan uang satu juta, Mas."
"Hah?!" Ucapan Abang tukang sate membuat Panji menganga tak menyangka bahwa harga satu gelas es jeruk sama dengan mil--, eh maksudnya satu jeti, 'busyett apakah di dalam es jeruknya terdapat es yang dibuat dari berlian?' -batin Panji sungguh dibuat syok.
"O-oke Bang. Ada gesekan ATM, Bang?" tanya Panji dengan canggung. 'Jangan-jangan kalo duduk harus bayar lagi?' -batinnya. "Anu, Bang kalo duduk harus bayar juga?"
"Ya, enggak lah, Mas. Sejak kapan kalo duduk harus bayar?" tanya abang tukang sate dengan senyum geli. "Ini, Mas. Alat penggesek ATM-nya," ucap Abang tukang sate sambil menyerahkan Alat Penggesek ATM.
Panji kemudian kembali membuka dompetnya untuk menggesek kartu hitam kesayangannya.
"Oke Mas senang bertransaksi dengan Anda." ucap Abang tukang sate dengan senyuman di wajahnya
"Iya, sama-sama," ujar Panji yang rada gimana gitu harus menghabiskan tiga jeti untuk es jeruk. 'Tapi sudahlah, lapar kali aku ini, mencarimu memang sebuah perjuangan tiada arti' -batin Panji menggumam.
"Ini Bang, sate dan es jeruknya enak banget, saya pasti bakal jadi pelanggan setia sate ini," ujar suara manis seorang perempuan yang sayup terdengar di telinga Panji.
'Ah, nggak mungkin. Halu lo!' Cecar batin Panji pada dirinya sendiri.
"Wah udah pasti itu, Neng. Karena sate abang dibumbui oleh Istri Abang dengan penuh cinta, kemudian dikipasi oleh Abang dengan penuh kasih sayang." Gombal abang tukang sate pada istrinya.
"Ahh kakak~ kan dedek jadi lumer nih." ucap istri abang tukang sate yang sedang membejek-bejek daging dengan bumbu kacang.
"Hahaha ... bisa aja pasangan yang sedang di adu asmara ini, saya pamit dulu ya Bang, Bude," pamit perempuan itu.
Panji berusaha tak menoleh. Namun sayang rasa penasarannya kian begitu besar saat mendengar tawa yang terasa familiar di telinganya.
'Mungkinkah--' -batin Panji berucap. Dengan secepat kilat, kepala Panji menoleh 90° ke arah abang tukang sate.
Namun sayang beribu sayang, Panji hanya bisa melihat abang tukang sate dan istrinya yang berdiri dihadapan gerobak sambil senggol-senggolan. Namun saat pandangannya bergeser, Panji melihat sesosok perempuan berkulit putih, dengan rambut hitam pendeknya memasuki sebuah taksi.
'Ah tak mungkin, dia-kan sangat sayang dengan rambutnya' batin Panji. 'Ah tapi ... lagi pula kenapa aku harus terus peduli? Cit!' lagi-lagi Panji bermonolog dengan pikirannya, sampai-sampai tidak sadar bahwa abang tukang sate sedang menyajikan pesanannya di meja.
"Ngelamun, Mas?"
"Eh, enggak kok, Bang. Terimakasih." ujar Panji sambil membantu abang tukang sate menaruh es jeruknya.
"Sama-sama, selamat menikmati." ujar abang tukang sate kemudian berlalu pergi setelah melihat anggukan dari Panji.
Panji memakan sate dihadapannya dengan kecepatan 100.000 bayangan. Hingga dalam satu jam sate tersebut ludes tak bersisa beserta 3 gelas es jeruk yang rasanya seperti es jeruk biasanya yang kebanyakan air dan gulanya. Tapi harus Panji akui satenya benar-benar patut di acungi jempol.
Saat mengelap bibirnya yang belepotan bumbu kacang, Panji lagi-lagi mendengar sesuatu yang menarik.
Bukan, bukan suara seorang wanita. Tapi suara seorang pria ...
Tapi bukan itu yang membuat Panji tertarik. Tapi karena topik yang membahas es jeruk yang setara dengan mil- eh sejeti maksud Panji.
"Hmm kalo pesan sate harus pesan es jeruk ya, Bang? Di banner warung Abang katanya harus tanya dulu soalnya Bang sebelum pesan," tanya seorang pemuda dengan pakaian biasa seperti anak SMA lagi hangout bertanya pada abang tukang sate.
"Tidak harus, Mas, seperti yang tertera di spanduk warung kami, tentu ada pilihan lain plus tercantum dengan harganya bisa dilihat Mas di banner disamping kanan. Bisa pesen es teh, atau es dawet, air, es buah, es jeruk, es cawu, es teler, jadi mau pesan yang mana mas untuk minumannya?" tanya abang tukang sate ramah.
Seketika Panji melongokkan kepalanya untuk mencari banner yang dimaksud abang tukang sate tadi, dan benar saja ...
Dibagian dinding dalam warung ada banner yang berisi tulisan list harga makanan. Panji membaca dalam hati, 'Untuk air putih gratis, es teh harganya tiga ribu, es dawet harganya empat ribu, es buah harganya sepuluh ribu, es cawu harganya delapan , es teler harganya dua belas ribu, dan es jeruk harganya ... satu ... satu ... satu juta gaess!' jerit Panji dalam hati.
'Hah sudahlah ikhlas ... ikhlas ... salah lo songong abis ...," ujar batin lainnya menasehati.
'Dah lah, capek mau pulang.' batin Panji.
Panji kemudian melangkah keluar, "Terimakasih Bang. Permisi."
"Yoi, jangan lupa mampir lagi Mas!" ujar abang tukang bakso pada Panji.
Panji tak menjawab hanya mengacungkan jempol kananya ke atas sambil terus berjalan menghampiri motornya.
Menghidupkan motornya Panji kembali ke ruangan kosong yang ia sebut rumah untuk membersihkan dirinya yang sudah lengket karena bersimbah keringat.
Tininit tininit.
Mengusap rambutnya yang masih basah. Panji mengambil hp nya yang menyala, menampilkan sebuah pesan dari sang mama yang berisi, 'Panji persiapan pernikahannya udah 30%, kamu mau lihat?'