Dusun ini tidak ramai penduduk, hanya ada beberapa rumah. Bahkan jaraknya tidak berdekatan, tapi kalau Ibu penjual tiwul teriak, pasti terdengar ke tetangga sekitarnya. Bisa-bisa, kami jadi bulan-bulanan mereka. Karena dianggap mengusik warganya.
"Yang … kita pulang saja," ajak mas Roni, menarik tanganku.
"Tapi Mas …." Aku berusaha menolak, aku belum menemukan jawaban dari Ibuk penjual tiwul.
"Ada apa Han?" tanya Rustam.
"Kau bantu aku cari rumah kontrakan. Tapi jangan yang di keramaian. Yang agak sepi tempatnya. Malas aku banyak tetangga, pada kepo!" kata Burhan seraya naik ke atas sepeda motor matic milik Mila. Semenjak Mila lumpuh, Burhan yang memakainya. Sementara sepeda motornya sudah dijual untuk dia foya-foya.
"Kenapa kau cari kontrakan?" tanya Rustam dengan mata menyipit. Burhan memang belum cerita, kalau dia menjual rumah sama Rustam.
"Naik aja dulu, sambil jalan kita cerita," titah Burhan. Rustam ikut saja kemauan sahabatnya itu.
