Bab 239
"Mas, gimana ini?" bisik Marsya menyenggilku pelan.
"Nggak tau. Kamu bantuin mikir dong."
"Iya dah iya." Marsya mengerucut sebal.
"Hemm ... ayo, buruan dilunasi tagihannya. Hanya lima ratus ribu, kan? Masak nggak bisa bayar, katanya konglomerat." Dira kembali berkata-kata.
Dengan terpaksa aku harus memutar otak keras, agar tidak semakin malu di depan Dira.
"Siapa bilang nggak bisa bayar. Lima ratus ribu? Ah, gampang itu. Kasih aku dan Marsya waktu sebentar. Aku akan menelpon ibuku. Dia yang akan mengurus semua admistrasinya," jawabku meminta waktu.
"Oh ya?" Dira mengangkat sebelah alisnya.
"Tentu saja, kamu kan mantan menantunya. Masak nggak tau kalau ibuku itu duitnya banyak," ucapku sembari menatapnya dalam.
"Ya mana aku tau kalau ibumu kaya, orang uang belanja saja minta sama aku dulunya." Mantan istriku itu memutar bola matanya malas. Oho, mana Dira yang lemah lembut dan penakut dua minggu lalu?