Bab 229
Sejujurnya, aku sudah tidak bisa menoleransi lagi sikap keduanya. Aku sudah benar-benar jengkel, begitupun dengan Marsya sendiri. Pasti istriku itu sudah sangat geram pada Ibu mertua dan adik iparnya.
Sesudah insiden Herma memecahkan vas bunga milik mendiang Ibunya Marsya. Istriku itu tidak banyak bicara, malahan dia lebih sering melamun.
"Sayang, kamu baik-baik saja, 'kan?" tanyaku seraya menyentuh pundak Marsya dengan lembut.
Istriku itu menoleh, kemudian mengangguk pelan. Seulas senyum yang terlihat sedikit di paksakan, tergambar di wajahnya.
"Aku baik-baik saja, Mas," balas Marsya dengan nada pelan. Sesuatu yang jarang sekali aku temukan pada dirinya.
Setahuku, Marsya itu orangnya super aktif dalam hal berbicara dan sekalinya dia berdiam diri, maka dia sedang memendam suatu kesedihan yang amat dalam.
Seperti halnya saat ini. Di mana Lisna lebih banyak terdiam dan melamun. Aku merasa begitu bersalah padanya.