Lionid dengan sabar menunggu Heidy selesai makan siang di restoran Italia. Dia sangat penasaran dengan sosok pria yang sedang bersama Heidy dan Gelya.
"Sepertinya aku mengenal pria itu! Namun, entah siapa dan di mana ...."
Lionid berjalan menuju sebuah kursi yang tersedia sebagai salah satu fasilitas publik. Dia duduk dengan gelisah seraya menerka-nerka sosok pria yang tampak tidak asing lagi baginya.
"Aku bisa melihat dengan jelas siapa pria itu dari sini karena jarak pandang yang sesuai!"
Berulang kali, Lionid melirik restoran Italia dan berharap Heidy segera keluar dari sana. Lionid tidak ingin istrinya berinteraksi dengan pria lain tanpa seizinnya.
"Oh, itu mereka!"
Lionid berdiri dan merapatkan dirinya ke dinding putih sebuah swalayan di belakangnya agar tidak terlihat oleh Heidy maupun Gelya.
"Oh, astaga! Buーbukankah itu adalah Tuan Liev Smirnov?!"
Lionid tidak mempercayai kedua indra penglihatannya. Dia beberapa kali mengusap mata dengan punggung tangannya.
"Benar! Mataku tidak salah. Pria itu benar-benar Tuan Liev yang telah memecat ku 2 hari silam!"
Lionid mengepalkan tangan, lalu memukul dinding putih dengan sekeras-kerasnya. Hatinya hancur melihat kedekatan Heidy dengan Liev.
"Mengapa Heidy membiarkan pria lain menyentuh tangannya?! Ada apa dengan semua ini?!"
Lionid tidak berhenti memperhatikan gerak-gerik ketiga orang yang telah membuat hatinya sakit.
"Oh, tidak! Heidy dan Liev saling melemparkan senyum! Apakah aku harus menghampiri mereka guna memberikan pelajaran?!"
Lionid tidak bisa menahan gejolak emosi berlebihan di dalam dirinya. Dia melangkah dengan cepat ke arah restoran Italia tersebut.
"Astaga! Jika aku menghampiri mereka sekarang, apakah tindakanku tidak akan merugikan?!"
Lionid menghentikan langkahnya sejenak. Dia tersadar dari tindakannya yang mungkin akan merugikan nama baik keluarganya juga keluarga istrinya.
"Baiklah. Kali ini aku akan membiarkan mereka, tetapi aku akan meminta penjelasan dari Heidy dan Mama Gelya ketika tiba di rumah nanti."
Lionid memilih untuk mengurungkan niatnya. Dia menatap kepergian mobil mewah milik Liev yang melintas di depannya dengan pandangan kosong.
**
Bagaimana perasaanmu ketika memergoki seseorang yang kau sayangi sedang memamerkan senyum kepada orang yang telah merendahkan mu? Ya, Lionid tidak tahu lagi bagaimana harus menyembunyikan perasaannya saat ini. Dia buru-buru kembali ke kediaman mertuanya yang berada di distrik Danilovsky, Moskow, Rusia.
"Perusahaan Rickov Barkley tidak akan berdiri lebih lama lagi di masa pandemi ini! Semoga saja, Tuhan mengabulkan doaku, Tuan Liev. "
Sepanjang perjalanan menuju ke rumah, Lionid tak henti-hentinya mengucapkan hal buruk untuk Liev Smirnov. Pria berhati dingin ini sangat tidak menyukai mantan bosnya yang ternyata berani bermain-main dengannya.
"Heidy? Mama?"
Lionid membuka pintu utama kediaman keluarga Bronnikov dengan kasar. Dia berjalan menuju ruang keluarga dengan geram.
Heidy dan Gelya terkejut dengan kepulangan Lionid yang tiba-tiba. Sang istri salah tingkah saat Lionid memandangnya.
"Apakah kau tidak memiliki tata krama, Lion?!"
Gelya memegang jantungnya yang berdegup tidak beraturan saat mendengar Lionid membanting pintu dengan kencang.
Di saat bersamaan, Lionid terkejut melihat beberapa tas belanjaan berisi barang-barang mewah yang tergeletak di atas meja.
"Hah?! Aーapa ini?! Dari mana kau dan Mama mendapatkan barang-barang mewah ini, Heidy?!"
Gelya meraih beberapa kantung belanjaan miliknya tanpa memedulikan pertanyaan sang menantu.
"Heidy?! Apakah kau baru saja pergi tanpa seizin aku?!"
Lionid memulai pertanyaan pertama untuk sang istri. Baik Heidy maupun Gelya, keduanya terlihat sangat gugup.
"Heidy, sebaiknya kau kembali ke kamarmu sekarang!"
Heidy melemparkan pandangan ke arah Gelya. Dan, Lionid menyadari hal tersebut.
"Taーtapi, Ma ...."
Heidy merasa tidak nyaman dengan semua perintah Gelya. Mau tak mau, wanita itu hanya bisa pasrah dengan perintah Gelya.
"Sekarang, Heidy!"
Gelya mengangguk ke arah Heidy agar anaknya senantiasa patuh kepadanya.
"Tidak!"
Baru saja Heidy hendak berdiri, tetapi tangan Lionid dengan cekatan menahannya.
"Kau belum menjawab pertanyaan aku, Heidy! Apakah kau baru saja pergi tanpa seizin aku?"
Masih dengan nada yang sama juga sorot mata yang sama, Lionid bertanya untuk kali ke dua.
"Aーaku ... aーaku tidak ...."
Heidy tidak jadi menjawab pertanyaan Lionid karena Gelya buru-buru berteriak dengan maksud menggagalkan niat putrinya.
"Diam! Dan, jangan ikut campur!"
Wajah Lionid merah padam. Dia semakin sukar mengendalikan emosinya.
"Saya adalah Suami Heidy dan kami saling mencintai, Ma. Bagaimana bisa saya tidak ikut campur apa yang menjadi urusan saya?!"
Lionid sengaja menaikkan nada bicaranya. Dia memang nyaris tidak pernah bersikap tegas seperti sekarang ini sehingga tindakannya barusan mengagetkan semua orang.
"Apakah kau baru saja berteriak di depan wajah saya, Lion?! Kau benar-benar seorang menantu tidak tahu diri!"
Gelya tidak ingin kalah dari sang menantu. Dia berdiri dengan bersusah payah, lalu menatap Lionid yang masih berada di samping Heidy.
"Jaga sikapmu, Lion! Atau ....."
Deg! Deg! Deg!
Jantung Lionid berdegup kencang tidak seperti biasanya, begitu pula dengan Heidy.
"Saya tidak suka Mama mencampuri urusan rumah tangga saya dengan Heidy! Dan, untuk apa Heidy dan Mama pergi makan siang di restoran Italia bersama Bos saya?!"
Lionid memicingkan matanya ketika mengatakan pertanyaan terakhir kepada istri dan ibu mertuanya.
"Hah?!"
Heidy terkejut ketika mendengar Lionid menyebutkan kata bos dengan lantang. Dia menutup mulutnya dengan kedua tangan.
"Jaーjadi, kaーkau mengenal pria itu, Lion?!"
Betapa terkejutnya Heidy saat mengetahui siapa sosok pria yang dia temui bersama Gelya tadi.
"Ya, aku mengenalnya, Heidy. Apakah Mama yang mengenalkan kau dengan Liev?!"
Lionid meraih tangan Heidy dan mencengkeramnya.
"Jawab pertanyaan aku, Heidy?! Kau tahu, bukan, seberapa besar cintaku padamu?!"
"Ah! Aーaku ... aku ...."
Lagi-lagi Gelya berusaha memotong pembicaraan Lionid dengan anak semata wayangnya.
"Ha ha ha! Cinta saja tidak akan membuatmu bahagia, Heidy! Ingatlah akan hal itu!"
Baik Lionid maupun Heidy, keduanya menatap Gelya yang sedang tertawa terbahak-bahak.
"Ma! Jangan berkata seperti itu!"
Heidy mencoba membela Lionid di depan Gelya. Dia merasa tindakan Gelya sudah melewati batas normal.
"Berkacalah pada Ayahmu, Heidy! Ivander tidak bisa membahagiakan Mama hingga ajal menjemputnya."
Heidy mengerutkan dahi. Dia sama sekali tidak mengerti tolak ukur kebahagiaan di mata sang ibunda.
"Jika uang dan kekuasaan sebagai tolak ukur kebahagiaan bagi Mama, maka aku tidak sependapat."
Heidy menolak dengan tegas arti kebahagiaan menurut versi Gelya. Dia menatap Lionid yang terbengong-bengong dengan keberaniannya.
"Aku akan jauh lebih bahagia hidup sederhana bersama Suami dan anak-anakku kelak, Ma!
Astaga! Apakah Heidy sedang mengungkapkan isi hatinya kepadaku secara tidak langsung?! Aku sungguh bahagia, Heidy. Kaulah kebahagiaan sesungguhnya bagiku!
Lionid bermain-main dengan pikirannya hingga suara Gelya menyadarkannya.
"Bukalah kedua matamu lebar-lebar, Heidy! Liev jauh lebih bisa bertanggung jawab padamu jika dibandingkan dengan Lion!"