"Apa maksud Mama membandingkan saya dengan pria itu?!"
Gelya menatap Lionid dengan pandangan mencemooh.
"Tidak, 'kah, kau menyadari sesuatu, Lion?!"
Lionid menyadari bahwa wajah Heidy memerah, begitu pun dengan kedua matanya.
Jangan menangis, Heidy! Lionid berseru di dalam hati seraya meraih istrinya, lalu mendekapnya erat.
"Kau tidak memiliki apapun yang bisa dibanggakan, Lion! Kau pasti tahu, Liev jauh lebih kaya dan terpandang di kota ini!"
Gelya berteriak sambil menarik Heidy dari dekapan Lionid. Wanita itu dengan sengaja akan menjauhkan Lionid dari istrinya.
"Jika bukan karena keinginan Ivander, saya tidak akan pernah merestui pernikahanmu dengan anak saya satu-satunya, Lion!"
Lionid menghela napas sejenak. Meskipun kedua tangannya mengepal, tetapi tentu saja dia tidak akan menyerang seorang wanita.
"Menantu sepertimu, tidak pantas berada di kediaman keluarga Bronnikov."
Detik itu juga, Lionid dan Heidy menatap Gelya bersamaan.
"Aーapa maksud Mama?!"
Heidy bertanya seraya berharap bahwa perkataan Gelya hanya isapan jempol belaka.
"Saya sudah tidak tahan lagi tinggal satu atap denganmu, Lion! Bawa semua barang mu dan pergilah sekarang juga dari rumah ini!"
Gelya menunjuk pintu utama yang terletak agak jauh dari ruang keluarga. Dia memberikan perintah agar Lionid segera angkat kaki dari kediaman keluarga Bronnikov.
"Karena saya akan menjodohkan Heidy dengan Liev."
Bagaikan jatuh tertimpa tangga pula, Lionid benar-benar dihadapkan dengan masalah bertubi-tubi.
Tuan Liev memang baru saja berpisah dengan istrinya. Namun, apakah Heidy akan menyetujui ide Mama Gelya?
Lionid bertanya-tanya di dalam hatinya. Dia tidak kuat lagi menahan segala rasa sakit di hatinya.
"Tidak!"
Heidy meronta-ronta. Dia mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Gelya yang kuat.
Meskipun Mama terlihat lebih rapuh, tetapi ternyata Beliau memiliki tenaga yang cukup kuat! seru Heidy di dalam hati.
"Lepaskan, Ma! Aku akan pergi bersama Lionid."
Gelya memalingkan wajahnya dari Lionid, lalu menatap Heidy yang sedang berwajah sendu.
"Jangan bertindak gegabah, Heidy!"
Lionid melihat Heidy membiarkan air matanya mengalir begitu saja membasahi pipinya.
"Ma, jangan kasar terhadap Heidy!"
Lionid menegur Gelya dengan berteriak. Dia tidak bisa membiarkan Gelya berbuat seenaknya kepada sang istri. Dengan emosi yang memuncak, Lionid mendorong Gelya hingga tersungkur di sofa panjang.
Prang!
Tidak berhenti sampai di situ, Lionid juga membalikkan meja yang berada di hadapannya hingga terbalik. Suara benda pecah belah pun terdengar di telinga semua orang.
"Lion!"
Gelya berteriak memanggil nama sang menantu. Suaranya menggelegar memenuhi ruang keluarga.
"Kau benar-benar sangat keterlaluan!"
Gelya menunjuk Lionid dengan jari telunjuk. Sedangkan Heidy terlihat lemah menghadapi situasi menegangkan seperti sekarang ini.
"Baiklah! Saya akan pergi sesuai dengan keinginan Mama. Namun, jangan pernah sekalipun menyakiti Heidy atau berbuat kasar padanya!"
Lionid menunjuk Heidy dengan netra birunya yang menyala-nyala.
Apakah aku harus merelakan mu bahagia bersama pria lain, Heidy? tanya Lionid dalam hatinya.
"Bagus jika kau tahu diri, Lion!"
Gelya menekankan kalimatnya sambil berdiri.
"Tunggu apa lagi?!"
Lionid menatap Gelya sebentar, lalu menatap Heidy yang sedang menitikkan air mata.
Tanpa basa-basi, Lionid pergi menuju kamarnya. Dia mengemasi barang-barang dan segera melangkah keluar dari kediaman Bronnikov dengan langkah gontai.
Di sore menjelang malam seperti ini, kota Moskow benar-benar sangat padat. Berbekal dengan gaji yang diterima, Lionid tak tahu ingin melangkahkan kakinya ke mana.
**
"Saat ini, aku tidak memiliki arah dan tujuan."
Untuk kali pertama dalam hidupnya, Lionid berjalan tanpa tujuan. Dia tanpa sadar melangkahkan kakinya menuju Danilovsky Monastery atau Biara Suci Danilov yang terletak di dekat Sungai Moskow.
"Astaga!"
Lionid memekik seorang diri ketika tersadar di mana dia berada saat ini.
"Terakhir kali aku menginjakkan kaki di sini sekitar 1 tahun yang lalu bersama Heidy. Saat itu, dia menjelaskan padaku bahwa Biara Suci Danilov merupakan markas besar gereja Ortodoks di negara ini."
Lionid tidak berniat beranjak dari sana. Dia hanya duduk tepat di depan biara yang sudah tutup sejak sore tadi seraya memperhatikan para pengguna jalan yang lalu lalang di depannya.
"Heidy, apakah kau akan menikah dengan Liev? Apakah tidak ada lagi ruang untukku di hatimu?"
Lionid mengeluarkan smartphone dari sakunya. Dia membuka fitur galeri dan menatap foto dirinya bersama sang istri. Rona bahagia pun menghiasi wajah keduanya.
"Ty moya pervaya i neprekhodyashchaya lyubov, Heidy!" Memiliki arti, "kamu adalah cinta pertama dan terakhirku, Heidy!"
Dengan kedua mata berkaca-kaca, Lionid berseru seraya menahan gejolak amarah di dalam dirinya. Dia hampir tidak pernah menangis di sepanjang hidupnya.
"Aku akan menjadi seseorang yang kaya raya dan terhormat. Aku tidak akan membiarkan Liev merebut posisiku di hati Heidy!"
Lionid berseru dengan semangat. Dia bersikeras ingin menjadi orang terkaya juga terhormat agar bisa mendapatkan Heidy kembali.
"Tuan, apakah Anda baik-baik saja?"
Seorang pria bertanya kepada Lionid karena merasa ada yang tidak beres dengannya.
"Tidak! Saya baik-baik saja."
Sepertinya aku harus mencari hotel termurah di sekitar sini. Karena aku tidak mungkin kembali ke kediamanku di Dmitrovka. Seandainya rumah orang tuaku masih ada, mungkin aku tidak akan luntang lantung seperti ini!
Lionid berseru di dalam hatinya seraya mencari tahu informasi mengenai hotel murah melalui internet.
"Apakah Anda ingin pergi, Tuan? Saya bisa membantu Anda untuk memesan taksi online, tetapi tentu saja jika Anda mau!"
Si pria tidak dikenal menawarkan bantuan kepada Lionid. Namun sepertinya, Lionid tidak menginginkannya.
"Tidak! Tidak perlu, Tuan. Namun, terima kasih untuk tawaran Anda."
Lionid menolak dengan sangat sopan. Dia tersenyum tipis saat membalas ucapan si pria.
"Baiklah jika begitu."
Si pria menepuk bahu Lionid, lalu pergi dari sana meninggalkan pria yang sedang patah hati tersebut seorang diri.
"Hmm ...."
Lionid bergumam ketika dia menemukan sebuah hotel termurah di dekat Biara Suci Danilov. Tanpa menunda waktu lebih lama lagi, Lionid segera membuka aplikasi kendaran online yang logo kotak berwarna kuning. Dia beranjak dari sana seraya mengetik alamat lokasi penjemputan dirinya.
"Oke."
Lionid berjalan menuju jalan utama. Dia kini bergantian mengetik alamat lokasi tempat tujuannya.
"Aku akan menyebrangi jalan raya sambil menunggu taksi datang."
Lionid berjalan dengan membawa tas punggungnya. Namun, seorang pengendara roda empat berhenti untuk memperingatkannya.
"Hei! Perhatikan langkah Anda, Tuan! Anda akan membahayakan diri sendiri dan orang lain jika tidak memperhatikan lampu lalu lintas."
Pria itu berteriak dari balik kaca mobil yang terbuka dengan nada marah.
"Apa yang Anda bicarakan?! Saya tidak mendengarnya dengan jelas!"
Lionid mengabaikan peringatan tersebut. Dia terus menyebrangi jalan tanpa melihat ke kanan dan kirinya juga tanpa mengindahkan lampu merah bagi pejalan kaki yang menyala.
Ciiiiitttt!
Suara rem kendaraan roda empat terdengar nyaring hingga menarik perhatian siapa pun yang melintas di sana. Kendaran itu mencoba berhenti untuk menghindari Lionid yang sedang menyebrang. Namun, kecelakaan lalu lintas pun tak terelakkan lagi.
Lionid tertabrak hingga dia terseret sejauh 100 meter. Mobil buatan dalam negeri yang menabrak Lionid berputar hingga akhirnya berhenti setelah menabrak pembatas jalan.
"Astaga!"
"Tolong! Seseorang tewas karena mengalami kecelakaan lalu lintas!"
"Cepat hubungi ambulan!"
"Apakah ada pihak keluarga korban yang dapat dihubungi?"
Lionid tersungkur di aspal dengan keadaan mengenaskan. Dia masih bisa mendengar suara teriakan orang-orang yang tidak dikenalnya.
Lionid mengedipkan mata seraya mendengar detak jantungnya yang semakin melemah.
Jalan raya, lampu lalu lintas, mobil-mobil yang berhenti mendadak dan suara histeris orang-orang! Aーapakah … aーaku akan mati?
Lionid bertanya-tanya di saat kesadarannya mulai menurun. Dia merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Lionid menatap apapun yang bisa dilihatnya saat ini.
Dengan pendengaran juga penglihatan samar-samar, dia mencoba bertahan hidup walaupun ciaran berwarna merah mengalir dengan deras.
"Tiーtidak …."