Aku masih setia duduk sambil menanti sebuah kabar baik. Tak henti-hentinya aku berdoa untuk kondisi Argat. Dokter yang menangani Argat barus saja keluar. Melihatnya membuatku langsung berdiri dan menghampirinya.
"Dok, bagaiamana kondisi Argat?" tanyaku penuh harap.
"Anda tidak perlu khawatir. Lukanya tidak terlalu parah. Kita lihat dahulu perkembangan selanjutnya," ucap dokter.
Setidaknya aku bisa sedikit lebih tenang setelah mendengarnya sendiri dari dokter. Pak Hasan datang dengan membawakan makanan untukku. Karena terlalu mengkhawatirkan Argat, aku sampai lupa makan. Namun perutku ini rasanya tidak lapar.
"Bu Delisa makanalah dulu," ucap Pak Hasan.
"Tidak, Pak. Pak Hasan makan saja. Aku bisa makan nanti," tolakku.
Karena tidak ingin memaksaku, Pak Hasan hanya meletakkan makanannya di dekatku. Ternyata Pak Hasan juga enggan makan karena memikirkan kondisi Argat. Aku jadi tidak enak melihatnya yang juga merasa terbebani.
