Sudah satu bulan sejak kematian Maya dan aku masih berkabung. Cukup sulit melupakan kenangan yang terjalin selama bertahun-tahun. Tante Alma dan Pak Wirawan juga sudah menetap di Australia, negara yang belum pernah dikunjungi mereka selama ini. Mereka berharap kalau tempat yang baru bisa memberi kebahagiaan. Cukup lama aku berpikir sampai lupa kalau membiarkan Arkasya bermain sendiri di atas kasur. Kini dia sedang memegang penutup kepala milik Maya.
"Kelak kau akan memiliki sahabat sebaik dirinya. Arkasyaku hanya boleh mengenal Maya sebagai sosok sahabat Mama yang baik, bukan yang lainnya," ucapku.
"Sayang," panggil Argat yang tampak senang.
Tanpa aba-aba dia memelukku dan membuatku kesulitan bernapas. Entah kabar baik apa yang dia terima sampai begitu bahagia. Namun pertama-tama aku harus memintanya melepaskanku supaya aku bisa mendengar kabar baik ini secepatnya.
"Ada apa? Apa ada berita bagus dari kantor?" tanyaku menebak-nebak.