Setelah tidak mendapatkan bantuan dari Maya dan Pak Wirawan, aku memutuskan pergi ke kantor polisi. Dengan langkah pelan, aku menghampiri Argat yang duduk sendirian di dalam penjara. Air mataku tidak bisa tertahan lagi saat melihatnya berada di balik jeruji besi. Namun saat kepalanya mulai terangkat, kuusap air mataku supaya tidak diketahui olehnya.
"Argat," panggilku yang membuat Argat menoleh.
Aku berusaha tersenyum padanya. Melihatku datang, Argat langsung berdiri dan mencoba menggapai tanganku dari sela-sela besi. Dia bisa memegang tanganku selama yang dia mau, aku tidak akan mengeluh. Kalau pun dia memintaku untuk tidak melepasakannya dan mungkin akan membuatku kesulitan melakukan pekerjaan rumah, aku juga tidak akan mengeluh, asalakan dia bisa pulang dan kembali bersama kami. Namun perasaanku tidak bisa disembunyikan dengan mudah. Dihadapannya, setetes air mata tiba-tiba turn membasahi pipiku.