Aku pulang ke rumah dengan membawa kesedihan. Kehilangan dua orang yang berharga di dalam hidupku memang sangat menyakitkan. Aku hanya manusia biasa yang memiliki perasaan. Meskipun sudah dihadapkan pada kenyataan, aku cukup egois karena ingin memiliki Argat seutuhnya. Ya, cukup sering aku dilanda kebimbangan kare adua hal itu. Seharusnya aku tidak berjalan sejauh ini dengannya, maka kekecewaan seperti ini tidak akan kurasakan. Seandainya aku mengerti bahwa tujuan kami hanyalah untuk berpisah, maka hambatan apa pun yang menimpa pernikahan kami tidak akan menjadi masalah berarti bagiku. Namun sayangnya perasaan ini sangat besar saat berada di sampingnya hingga tak mampu kulawan. Gara-gara itu, aku memiliki pemikiran untuk bersama dengannya selamanya, apalagi saat melihat Maya yang mau merelakan Argat demi keutuhan rumah tanggaku. Kebahagiaan yang bersifat sementara itu sudah menghancurkanku. Mendengar suara pintu tertutup, aku spontan menoleh ke belakang.