Chereads / KUCING AJAIB / Chapter 7 - DIGEREBEK?

Chapter 7 - DIGEREBEK?

"Ah, iya Pak! Sebentar!"

Virna menyambar handuk kecil lalu membungkus tubuh lemah Bee, dan berlari ke dalam kamar untuk membaringkan hewan itu di sana.

Bersamaan dengan itu, terdengar bunyi berisik di beranda belakang seperti bunyi seseorang jatuh, disertai teriakan tertahan seorang pria!

Suara Parjo! Pria itu terjatuh, ketika berusaha buru-buru turun karena takut ketahuan, sedang berusaha untuk mencuri pakaian dalam milik Virna yang terjemur di belakang.

"Virna! Suara apa itu di belakang?"

Pak Hanzie kembali bicara sembari sibuk terbatuk-batuk.

Astaga! Riuh sekali kost aku karena Pak Hanzie, kalau dia batuk-batuk terus, lama-lama orang bakal tau aku memelihara kucing....

Virna bicara seperti itu di dalam hati. Ia memperbaiki posisi Bee, yang sudah ia balut dengan handuk kecil.

"Bee, kamu di sini dulu, ya. Ada bos aku yang aku bilang galak dan pelit itu, jadi kamu nggak usah keluar kamar, dia alergi sama kamu, kalau dia batuk terus, nanti orang lain pada tau, aku melihara kamu di sini," ucap Virna sembari menepuk kepala Bee, dengan pelan.

Kucing itu hanya mengeong perlahan....

"Virna! Kamu, astaga! Aku yang alergi, kamu malah sibuk mengurus kucing kamu! Aku bilang keluarkan dia saja! Aku tidak bisa berhenti batuk karena dia!"

Pak Hanzie yang merasa diabaikan Virna, berdiri di depan pintu kamar Virna, pria itu melotot karena Virna justru sibuk mengurus hewan berbulu itu. Bukan dirinya yang setengah mati terkena alergi.

"Pak! Dia berdarah. Dia sakit, kasihan kalau saya bawa keluar, daripada itu, saya mau memeriksa di belakang dulu, saya mendengar ada suara orang jatuh di belakang!"

Virna beranjak dari hadapan Pak Hanzie dan bergegas untuk ke dapur lalu membuka pintunya.

Tidak ada apa-apa di belakang. Virna tidak tahu, di balik pagar pembatas Ulin yang memisahkan beranda belakang dengan beranda miliknya, Parjo sedang meratapi kakinya yang tergores kayu pagar lantaran buru-buru melompat turun.

"Sial! Virna sama siapa di dalam? Ada suara pria! Mau berbuat kotor itu cewek pastinya, aku mau panggil warga saja untuk menggerbek!"

Parjo mengeluh sembari mengomel. Tertatih ia berusaha bangkit dan beranjak perlahan masuk ke dalam rumahnya.

Sementara itu, Virna yang tidak merasa menemukan apa-apa di belakang padahal ia mendengar suara berisik itu di belakang akhirnya membalikkan tubuhnya.

Tapi, ia justru menubruk tubuh tinggi bosnya, yang ternyata berdiri di belakangnya, karena sang bos ikut mengawasi beranda belakang miliknya.

"Pak! Maaf...."

Virna mundur, karena aroma maskulin tubuh bosnya menyambar penciumannya, saat ia tidak sengaja menubruk tubuh bosnya itu.

"Apa yang jatuh tadi?"

Tanpa memperdulikan permintaan maaf, Virna. Pak Hanzie bertanya demikian sembari memperhatikan situasi di beranda belakang kost Virna yang ramai dengan jemuran.

"Pak! Jangan dilihat terus, banyak pakaian dalam saya, Bapak ke depan saja!"

Sadar, celana dalam, dan bra-nya terlihat berjejer di tali jemuran tepat di hadapan Pak Hanzie, Virna buru-buru mendorong tubuh tinggi bosnya, ini membuat Pak Hanzie menangkap kedua lengan kecil Virna spontan.

"Kamu berani menyentuh tubuhku? Aku bukan pacar kamu, paham?"

Suara sinis Pak Hanzie membuat Virna jadi sadar. Gadis itu segera menarik kedua tangannya yang dicekal oleh sang bos.

Wajahnya merah padam.

"Saya tidak sengaja, Pak! Lagian, Bapak ngapain ke belakang sih? Ini area terlarang tamu! Bapak, kan tamu di sini?"

Virna berusaha untuk membela diri.

"Aku cuma mau tahu, suara apa itu tadi, aku mendengar ada suara seseorang jatuh di belakang sini. Beranda kamu hanya disekat dengan papan ulin ini saja. Di sebelah, pria atau wanita?"

Tadinya, Virna sudah ingin mengomel lagi jika bos-nya ini kembali menyalahkan dirinya, karena sudah menyentuh tubuh bosnya tersebut.

Akan tetapi, ketika mendengar apa yang diucapkan oleh si bos, Virna jadi ikut-ikutan memperhatikan beranda miliknya yang memang hanya dibatasi oleh kayu Ulin, yang mana tidak ada atap untuk membatasi orang sebelah untuk nekat menerobos, jika sewaktu-waktu mungkin sedang gila.

Kenapa dirinya tidak berfikir sampai ke sana?

"Beranda ini memang tidak diberi atap, Pak. Biar kami yang menyewa di sini bisa menjemur di sini, kalau menjemur di depan tidak ada area untuk itu."

Meskipun sependapat dengan keheranan Pak Hanzie, tetap saja, Virna masih bisa menerima alasan ibu kostnya yang memilih untuk tidak memberi atap beranda belakang, karena memudahkan mereka untuk menjemur cucian, saat sedang ada matahari.

Jadi, tidak perlu repot-repot untuk menjemur di luar yang tentu saja tidak rapi dipandang mata.

"Tapi, jika tetangga kamu pria, peluang dia untuk mencuri underwear kamu itu terbuka lebar, siapa tahu saja bunyi yang aku dengar tadi, bunyi seseorang yang jatuh karena berusaha ingin memanjat sekat pembatas beranda kalian."

Virna bergidik mendengar apa yang diucapkan oleh bos-nya. Ternyata, tidak hanya garang di wajah. Bosnya juga punya analisa sadis di dalam otaknya hingga melahirkan sebuah prasangka yang sebenarnya tidak pernah dipikirkan oleh Virna sebelumnya.

"Pak! Bapak jangan suka berburuk sangka sama orang, dong! Nanti saya jadi parno kalau jemuran di belakang," ucap Virna tanpa bermaksud untuk berbohong.

Jujur saja, pikirannya melayang pada orang sebelah. Parjo, atau yang sering ia sapa Bang Parjo lantaran umurnya lebih tua daripada dirinya.

Bagaimanapun, hubungan dirinya dengan pria duda itu kurang bagus sejak Virna menolak pria itu untuk pergi bersama, dengan label "kencan" bagaimana jika penolakan itu ternyata membuahkan perasaan benci pada Parjo?

Bisa saja, apa yang diucapkan oleh bos-nya itu jadi terbukti.

"Memangnya, selama ini kamu tidak pernah berpikir seperti itu? Kamu tinggal sendiri tapi benteng pertahanan kamu seperti beranda belakang kamar kost kamu ini, bisa diterobos dengan mudah!"

"Apa maksud Bapak dengan kata terobos itu? Bapak pikir, saya wanita murahan yang gampang diterobos?"

"Memangnya kamu berfikir apa tentang kata-kataku tadi?"

Pak Hanzie balik bertanya.

"Kata terobos itu kamu gunakan untuk hal lain? Kotor juga otak kamu? Aku bilang, beranda kamu ini gampang diterobos! Bukan kamu yang diterobos! Siapa juga yang mau menerobos wanita galak seperti kamu? Tidak ada yang mau! Jadi, hati-hati menyimpulkan kata-kataku!"

Wajah Virna merah padam mendengar apa yang diucapkan oleh sang bos.

Benar-benar sudah menguliti dirinya sampai habis!

Dia memang salah mengira, atau bosnya yang mencari alibi? Namun, apakah bosnya harus mengucapkan kalimat sedetail itu untuk mengoreksi kesalahannya?

Benar-benar bos yang sadis! Virna memaki di dalam hati.

"Sudahlah! Tidak usah membuang waktu. Semakin lama aku di kost kamu ini, aku semakin alergi. Mana lampu yang sudah mati? Pasang segera, aku mau melihat apakah cara memasang lampu kamu itu benar!"

Meskipun sebenarnya ingin melancarkan aksi protesnya atas kata-kata sang bos yang dinilai Virna terlalu sadis, akan tetapi ia berpikir pasti akan panjang urusannya jika ia melakukan hal itu.

Karena itulah, ia terpaksa tidak lagi mempersoalkannya. Memilih untuk menuntaskan saja apa yang tadi sudah diniatkan mereka hingga mereka ke kost ini.

Ketika Virna bergerak ingin menunjukkan lampu mana yang akan diganti, tiba-tiba saja di pintu depan terdengar suara ribut-ribut di luar.

Tidak hanya itu, suara ribut-ribut itu juga disertai bunyi gedoran di pintu kamar kost Virna!

Note: Tidak bagusnya komunikasi akan membuat kita mudah salah paham hingga tidak jarang menimbulkan permasalahan. Perbaiki komunikasi, karena komunikasi yang baik, akan membuat apa yang dibahas mencapai kesepakatan.

(Siapa yang menggedor pintu kamar kost Virna? Stay terus di sini untuk tahu kelanjutan ceritanya ya, terimakasih sudah membaca)