"Maksud kamu?"
Virna mencium bau tubuhnya sendiri, tapi dia tidak mengerti apa yang disebut 'bau' oleh Pangeran Jeelian.
"Ada seorang pria yang melakukan sesuatu yang dekat dengan kamu."
"Sesuatu yang dekat? Apa sih maksudnya? Ngomong yang jelas dong, Bee?"
Pangeran Jeelian mencondongkan tubuhnya, dan membaui tubuh Virna, hingga Virna mundur karena merasa canggung dengan apa yang dilakukan oleh pria tersebut.
"Katakan, siapa yang berinteraksi sangat dekat denganmu hari ini? Kenapa baunya seperti seseorang yang aku kenal?"
Wajah Pangeran Jeelian berubah menjadi serius, ketika mengucapkan kalimat tersebut. Ditatapnya wajah Virna, seperti ingin menyelidiki isi hati gadis di hadapannya.
Virna yang berusaha sekuat mungkin untuk tidak berkata di dalam hati, karena sadar, Bee bisa mendengar suara hatinya, semakin dibuat bingung dengan pertanyaan Bee, apalagi, wajah Bee terlihat begitu serius, tidak santai seperti biasanya, hingga membuat Virna jadi merasa, ada sesuatu yang dipikirkan oleh si Pangeran Jeelian ini.
"Aku tadi cuma interaksi dengan bosku aja. Tapi, nggak sampai seperti yang kamu pikirkan, terus di jalan tadi, dekat dari sini, tiba-tiba aja, ada yang menghadang dan menyerangku, kemampuan ilmu beladirinya sangat hebat, aku sempat terdesak, kalau aja tadi bosku nggak datang, mungkin aku sama dia masih berantem aja di jalan."
"Berantem?" ulang Pangeran Jeelian, dengan wajah tidak mengerti.
"Berantem itu, bertengkar. Katanya, kamu paham bahasa manusia? Aku sering ngajak kamu ngomong, lho!"
"Iya, aku paham. Tapi, tidak semua bahasamu aku paham, kalau kalimatnya terdengar aneh," sahut Pangeran Jeelian, sembari seperti sedang berfikir.
"Bee, kamu nggak papa? Masa, hanya karena kalimat gaul, kamu jadi bengong kayak gitu? Belajar, kamu udah sepekan lebih tinggal di sini, harus paham bahasa gaul manusia!"
Suara Virna membuyarkan lamunan Pangeran Jeelian.
Pria itu menatap wajah Virna sesaat.
"Apakah orang yang bertempur denganmu itu seorang pria?"
"Iya!"
"Terlihat usianya seperti aku?"
"Memangnya, kamu usia berapa?"
"Ah! Usia bangsaku dengan bangsamu itu berbeda, kau bedakan lewat wajah kami saja, apakah terlihat tua daripada aku, atau sebaliknya?"
Wajah orang yang menyerang Virna, berkelebat di benak gadis itu.
"Kalian seperti seumuran."
"Tidak salah lagi," gumam Pangeran Jeelian, sembari mengalihkan pandangannya, seolah bicara pada dirinya sendiri.
"Kamu kenal?"
"Dia menyebut namaku?"
"Pangeran Jeelian?"
Pangeran Jeelian mengangguk.
"Iya, dia menyebut namamu. Apakah, dia juga sama sepertimu? Dia makhluk dari dunia fantasi juga?"
Beberapa pertanyaan diberikan oleh Virna bertubi-tubi.
Tapi, Pangeran Jeelian tidak menjawab pertanyaan itu satu pun. Keningnya hanya berkerut, seperti seseorang yang sedang berpikir keras.
"Bee! Aku nanya, lho? Kamu dengar, nggak!"
Virna mengusik keterdiaman Pangeran Jeelian. Hingga pria itu tergagap.
"Aku lapar," ucap pria itu, hingga membuat Virna geleng-geleng kepala.
"Ya, sudah. Abis makan, mungkin kamu jadi punya energi untuk jawab pertanyaan aku tadi."
Virna mengalah. Ia beranjak menuju dapur menyiapkan makanan. Ikan yang tadi ia beli saat pulang sebelum dicegat pria yang asing itu.
Menyiapkan dua porsi. Untuknya dengan Bee.
Baru saja gadis itu ingin memanggil Bee untuk makan, karena ia sudah selesai menyiapkannya, terdengar teriakan dari sebelah.
Suara Parjo. Virna mengerutkan keningnya. Untuk apa pria itu memanggilnya lewat belakang?
Penasaran, Virna melangkah menuju pintu dapur. Dan, membukanya. Pangeran Jeelian lekas menyembunyikan diri ketika pintu dapur terbuka, khawatir pria di sebelah kamar Virna itu melihat dirinya.
"Kamu bicara dengan siapa sejak tadi, Virna?"
Virna menekap mulutnya. Saat bicara dengan Bee tadi, apakah suaranya tidak bisa dikontrol? Hingga, Parjo mendengarnya?
"Aku bicara dengan orang yang menelponku!" bohong Virna sembari melirik ke arah Pangeran Jeelian, yang masih menyembunyikan dirinya.
"Benarkah?"
"Bapak tidak kerja? Kenapa jam segini ada di rumah?"
"Aku bilang, berhenti memanggilku dengan sebutan Bapak. Aku masih muda Virna! Masih bisa punya anak yang banyak!"
Virna mencibir. Gadis itu segera menutup pintu dapur. Memilih untuk tidak menghiraukan lagi apapun yang dikatakan oleh Parjo.
Virna berbalik. Ia melihat, Bee sudah duduk di hadapan makanan yang tadi ia siapkan.
Sejak kapan pria itu duduk di sana? Padahal tadi, pria itu masih bersembunyi karena ada Parjo yang mengajaknya bicara.
"Ya, udah. Makan. Katanya, lapar?"
Virna mempersilahkan Pangeran Jeelian untuk makan.
"Kamu tidak makan?"
"Aku juga makan, aku belum makan."
"Ya, sudah. Ayo bersama."
Astaga! Biasanya, Virna tidak secanggung ini. Setiap pulang kerja, dia selalu makan bersama dengan Bee. Tidak pernah secanggung ini.
Sekarang, rasanya ia jadi sangat sungkan. Sangat canggung, karena Bee yang biasanya hanya seekor kucing, berubah menjadi manusia, dengan paras yang tampan pula.
"Kenapa tidak makan?"
Melihat Virna yang sedari tadi tidak makan juga, Pangeran Jeelian jadi heran.
"Kamu, belum menjelaskan, siapa pria yang sedang mencarimu itu. Bagaimana, kalau besok aku ketemu lagi dengan dia?"
Mencoba untuk menetralisir perasaannya, Virna mengalihkan pembicaraan. Lebih baik seperti itu, daripada diam, ia semakin terjebak dalam perasaan canggung.
"Dia saudara tiriku."
"Di duniamu, ada juga istilah saudara tiri, ibu tiri?"
"Ada, tidak berbeda jauh dengan di sini. Aku sudah bilang, yang membedakan bangsamu, dengan bangsaku itu hanyalah, kami punya kekuatan, semua orang di negeri kami punya kekuatan dasar, walaupun levelnya berbeda, sedangkan bangsamu, kekuatan itu akan kalian miliki, jika kalian berlatih terlebih dahulu, betul bukan?"
"Iya. Mungkin juga bangsamu itu, bayinya nggak pake merangkak dulu, langsung terbang, karena terlalu sakti!"
"Aku serius!"
"Aku juga serius! Terus, kenapa sekarang aku diserang? Kenapa, kamu dicari saudara tirimu itu? Ada banyak kata kenapa di otakku sekarang, dan kalau kamu nggak menceritakan semuanya, aku bakal makin sinting rasanya!"
"Pelankan suaramu. Bukankah tetanggamu itu sudah curiga?"
Virna menarik napas. Benar. Lama-lama Parjo akan mengetahui ada seorang pria di kamarnya, jika ia masih saja tidak bisa menahan diri seperti tadi.
"Jadi, aku harus bagaimana? Mengatakan kamu ada di sini padanya, kalau bertemu lagi, atau...."
"Jangan!" sela Pangeran Jeelian cepat.
"Aku harus merahasiakan kamu juga?"
"Benar. Aku harap, kau tidak mengatakan aku di sini. Sekarang ini, kekuatanku belum kembali, aku belum bisa meminta bantuan keluargaku di istana, aku minta, kau tidak mengatakan pada siapapun tentang diriku di sini."
"Meminta bantuan kepada keluarga? Bukankah saudara tirimu itu adalah bantuan yang kamu harapkan? Dia pasti akan membantumu untuk pulang, mungkin saja, dia turun ke bumi karena sadar kamu menghilang. Bukankah ini kabar yang baik untuk kamu?"
"Kau tidak mengerti, semua yang kamu katakan itu tidak seperti itu kenyataannya. Aku bahkan bisa celaka kalau dia menemukanku, dalam keadaan aku yang seperti sekarang!"
"Bagaimana aku bisa mengerti, kamu aja nggak pernah mengatakan semuanya dengan jelas, kalau emang kamu mau di sini, aku perlu keterbukaan dari kamu!"
"Keterbukaan? Aku tidak perlu pakai baju?"
"Eh! Bukan begitu!"
"Virna! Kamu telponan dengan siapa? Betah benar kamu ngobrol begitu!"
Suara Parjo terdengar lagi dari arah sebelah. Sial! Masih menguping juga pria itu ternyata!
Tapi, kenapa dia tidak mendengar suara Bee? Jika mendengar, mana mungkin Parjo mengira dia bicara dengan seseorang di telpon?
"Dia, tidak bisa mendengar suaraku yang bicara denganmu, hanya kau yang bisa mendengarnya...."
Note: Jika berani terbuka maka itu artinya kita percaya pada orang yang kita ajak berbicara.
(Benarkah hanya Virna yang bisa mendengar suara Bee, berbicara? Stay terus di sini untuk tahu kelanjutan ceritanya ya terimakasih sudah membaca)