TAHUN 817 , BULAN KE ENAM
Kisah ini dimulai lagi saat tahun 817, enam bulan setelah kematian Panglima Perang Yuan Huan.
Saat itu Yuan Chen masih berumur 15 tahun. Dia berada di gunung Yuan Sun Dimana Klan Yuan berdiri.
"Dasar anak penghianat. Kau sangat mempermalukan keluarga Yuan." Ucap Yuan Jian.
Yuan Jian bersama dua pengawalnya memukuli Yuan Chen.
Belum puas sampai di situ, Yuan Jian memerintahkan anak buahnya untuk turut memukuli anak bekas Panglima perang Yuan Huan.
Kehidupan Yuan Chen setelah kematian ayahnya, Jendral Yuan Huan, hidupnya sangat menderita. Hampir semua sepupunya menghina dan membuli.
Bukan hanya itu, dimana pun dia berada akan menjadi bahan cemooh. Orang orang yang melihatnya seakan melihat kotoran. Menyandang nama sebagai anak penghianat sungguh sangat menderita.
Padahal sebelumnya, sewaktu Ayahnya masih menjabat dalam pemerintahan, hidupnya bagaikan Raja. Semua dari keluarga Yuan menghormati dan menjilat. Dimanapun Yuan Chen berada maka semua orang menghormatinya. Memberikan tempat duduk utama ketika berada di kedai. Jika berada di pasar semua pedagang memberikan harga murah. Bahkan ada yang tidak mau di bayar.
Segala kemewahan dan kehormatan itu langsung musnah dalam satu hari. Ketika Ayahnya di tuduh sebagai penghianat maka semua orang membenci nya. Dilempari ketika berada di pasar. Diusir ketika di kedai.
Nama buruk ternyata sampai juga di keluarga bermarga Yuan. Banyak hubungan kerja sama dagang akhirnya di putuskan sepihak karena mereka takut dilibatkan sebagai penghianat. Warga yang tinggal di pemukiman Yuan Sun mulai meninggalkan kampungnya satu persatu. Para Pekerja mulai mencoba bekerja di kota lain. Marga Yuan juga terkena imbas dari Penghianatan Jendral Yuan Huan. Jadi tidak heran jika Marga Yuan melampiaskan kemarahannya kepada Yuan Chen sebagai anak dari penghianat.
Dua bulan setelah kematian Ayahnya, Pamannya Yuan Xian, kakak dari Yuan Huan, merusak meridiannya sehingga dia tidak bisa lagi memperdalam ilmu beladiri. Kala itu dia sudah berada di tingkat tiga.
Yah. Yuan Chen bukanlah pemuda yang tidak berbakat. Hanya saja Kekayaan dan Kemasyuran Ayahnya sebagai seorang Jendral terkenal membuat Yuan Chen jadi malas berlatih. Hidupnya hanya bersenang senang. Apa lagi paras nya yang tidak buruk membuatnya suka berkencan ke gadis yang satu dan yang lainnya. Istilah orang namanya aji mumpung. Mumpung masih ada kesempatan.
Itu semua cerita dulu Sekarang Yuan Chen tinggal sebatang kara. Ibunya sudah lama meninggal. Dia hanya tinggal sendirian bersama satu dua pelayan yang tersisa dan kepala pelayan yang melayani dirinya. Itupun sang kepala pelayan mau mengundurkan diri.
Setelah dia tidak lagi memiliki kemampuan seni bela diri karena meridiannya di hancurkan maka sejak itu pula pelayannya kabur dari rumah Yuan Huan. Karena tidak ada pemasukan keuangan maka satu persatu peninggalan ayahnya di jual.
Kini Yuan Chen setelah menjual sangat murah rumahnya lalu tinggal diluar dari kampung. Dia tinggal di atas bukit ke arah puncak gunung untuk menghindari dari semua keluarga Yuan.
Rupanya Yuan Xian, Pamannya tidak puas sampai disitu. Merasa Nama Keluarga Yuan sudah di coreng oleh penghianatan adiknya, jadi kemarahan di lampiaskan ke Yuan Chen, anaknya, Yuan Jian di utus untuk terus menyiksa Yuan Chen.
Jadi setiap hari Yuan Chen di siksa dan di aniaya oleh sepupunya sendiri. Yuan Chen sering dibuat tidak sadarkan diri. Perbuatan seperti ini hampir setiap hari dialaminya. Dia tidak tahu harus melarikan diri kemana lagi, ilmu tidak punya, harta sudah amblas. Sebagian harta ayahnya jadi rebutan saudara saudara ayahnya.
Setelah matahari tenggelam barulah Yuan Chen membuka matanya. Kini dia hanya tinggal sendiri. Seluruh badannya terasa sakit semua. Memar dan bengkak menghiasi tubuhnya. Untuk bangkit berdiri saja sudah tidak sanggup.
Sengaja dirinya tidak di buat patah tulang atau lebih parah lagi supaya esok dapat di jadikan mainan lagi.
Tidak jauh dari sana ada sebuah tebing. Dengan kedua tangannya Yuan Chen berusaha untuk mencapai pinggir jurang.
Yuan Chen sudah tidak sanggup untuk mengeluarkan air mata lagi. Dewa telah berlaku tidak adil pada dirinya. Hanya kematian yang dapat mengakhiri penderitaannya. Dan Tebing itu akan menjadi jalan keluar baginya.
Setelah mencapai pinggir tebing, Yuan Chen memandang langit dan melihat kedalaman jurang. Begitu dalamnya hingga tidak terlihat dasar jurang itu. Dia mulai menyelami dirinya yang malang. Hanya dalam satu hari kemuliaan hidup langsung berubah menjadi penderitaan.
Sebelum mengakhiri hidupnya, Yuan Chen mulai meratapi nasibnya. Ini semua gara gara sebutan Penghianat Kerajaan. Meskipun dia yakin kalau Ayahnya tidak mungkin berhianat terhadap negara tapi tidak ada satupun yang dapat membuktikannya. Ayahnya selalu mengajarkan dirinya untuk bersikap patriot dan membela negara. Dia juga mengajarkan untuk berani berkorban jiwa demi negara.
Selama di Medan perang Yuan Huan tidak takut terhadap apapun. Tiap pulang dari peperangan rakyat bersorai memanggil namanya. Namanya menjadi buah bibir semua kalangan. Dari orang miskin sampai para bangsawan. Dari yang muda sampai yang tua. Dibicarakan di pasar dan di kedai.
Sudah tidak ada lagi yang dapat di pertahankan dalam kehidupan ini. Jika bisa dia menjadi hantu maka dia jngin menghantui semua yang berhubungan dengan Raja dan semua keluarga Yuan. Semua itu akan menjadi dendam kusumat baginya.
Tanpa berkedip Yuan Chen pun menjatuhkan tubuhnya ke jurang.
"Jadilah hantu dan balaskan dendamku." Gumamnya
Tubuhnya jatuh dengan cepat ke bawah. Terasa desiran angin yang menabrak wajahnya. Sebuah batang besar menahan jatuhnya sementara, karena batang yang menempel di tebing itupun akhirnya patah. Rupanya batang itu tak kuat menahan beban tubuh Yuan Chen. Lalu tubuhnya jatuh kembali. Paling tidak batang itu menahan lajunya tubuh itu.
Baru akan melesat jatuh lagi tiba tiba ada lagi yang menahan laju tubuhnya.
Sepetak tanah yang keluar dari tebing juga turut menahan jatuhnya Yuan Chen. Kembali Yuan Chen tidak sadarkan diri.
----------
Entah sudah berapa lama Yuan Chen tidak sadarkan diri. Dirinya masih berbaring di tanah berbatuan yang timbul dari tebing. Itu sepenuhnya bukan tanah tapi batu yang besar dan berbentuk datar di atasnya. Oleh berputarnya waktu membuat batu batu kecil pun mulai bertumpuk diatas nya. Kini tubuh Yuan Chen tak sadarkan diri diatasnya.
Matahari telah terbit menyinari wajah Yuan Chen yang berada di tengah tebing jurang. Dia mulai membuka kelopak matanya.
"Dimana ini?" Matanya mulai menyisir di sekeliling jurang.
Dia menyadari kalau dirinya berada di tengah tengah jurang. Hanya sebongkah batu besar yang menahan tubuhnya agar tidak jatuh.
"Apa yang terjadi.?"
"Mengapa aku disini?"
Yuan Chen mulai menutup matanya lalu melihat lagi. Kini dia yakin kalau dirinya tidak sedang bermimpi.
"Aku belum mati?" Dia mulai meraba dada nya."Ohh Tidak. Kedua tanganku masih ada."
"Hahahahahha... Aku belum mati.." Begitu senangnya sampai dia lupa kalau tubuhnya masih lemah dengan segala memar dan luka. "Ugh... ugh... ugh... " Akhirnya dia ter batuk batuk.
Yuan Chen begitu gembira dan semua nyeri di tubuhnya tidak diperdulikan.
"Aku tidak berada di dalam penjara. Aku tidak bermimpi. Aku masih hidup. " Begitu banyak yang ingin meluap dari hatinya tapi tidak tahu harus berkata apa.
Kondisi seperti ini rasanya tidak asing. Ini seperti Dejavu. Tubuh yang terasa remuk, berada di pinggir jurang, tebing berbatu yang tinggi. Burung bangkai yang berputar diatas. Semua kejadian ini sepertinya pernah di alami.
"Rupanya aku kembali ke titik awal."
Rasanya tempat ini sangat familiar bagi Yuan Chen. Dia juga tahu di balik rerumputan itu ada sebuah lubang kecil. Di dalam lubang itu ada gua.
"Hah? Aku kembali ke masa kecilku? Ini adalah tempat ketika aku menjatuhkan diri dari tebing."