Chereads / Kamu di Luar Duniaku / Chapter 1 - BAB 1

Kamu di Luar Duniaku

Ratna_Andia
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 14.3k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - BAB 1

"Ah, melelahkan sekali. Jam segini baru pulang." kata seorang gadis cantik dengan tinggi badan semampai yang baru saja keluar dari gedung fakultas kedokteran. Gadis berambut lurus sebahu itu bernama Rania. Dia merupakan mahasiswa terbaik di jurusannya karena nilainya yang selalu tinggi.

"Iya nih. Udah jam sembilan. Mana banyak tugas lagi. Kayaknya kita bakalan nggak tidur deh Ran malam ini." kata seorang teman perempuan yang berjalan bersamanya. Inez namanya. Dia juga tak kalah cantik dengan Rania.

"Kamu nginep di rumahku aja yuk Nez." ajak Rania kepada temannya itu.

"Nggak ah. Aku beneran capek banget soalnya Ran. Kalau di rumah kamu bisa-bisa kita ndak tidur nanti karena keasyikan ngobrol." kata Inez.

"Ya udah kalau gitu aku duluan ya Nez. Takut kemaleman dan nggak dapet taksi." kata Rania yang kemudian mempercepat langkahnya meninggalkan Inez sambil melambaikan tangannya.

"Lho, kamu nggak bawa mobil Ran?" Inez sedikit berteriak karena Rania sudah berlari agak jauh meninggalkannya.

"Mobilku lagi di bengkel!" jawab Rania yang juga berteriak.

"Aku anter yuk." teriak Inez lagi.

"Nggak usah. Makasih Nez. Sampai jumpa besok." teriak Rania yang semakin mempercepat langkah kakinya. Mungkin dia takut kalau tak akan ada taksi yang lewat karena waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan biasanya jalanan memang sudah sepi.

"Hati-hati!" Inez mengkhawatirkan Rania.

"Siiiip!" jawab Rania sambil mengacungkan ibu jarinya.

**

Rania berdiri seorang diri di depan pintu pagar universitasnya. Sudah sekitar satu jam dia berdiri. Inez sudah pergi sejak tadi. Rania merasa sedikit menyesal karena dia menolak tawaran Inez untuk mengantarnya pulang.

Dia memutar kepalanya ke kanan dan ke kiri dan berharap masih ada satu taksi yang tersisa untuk dia tumpangi. Namun tampaknya ini memang sudah malam dan Rania memang harus menerima bahwa harapannya sia-sia. Rania yang sudah jenuh menunggu akhirnya memutuskan untuk berjalan kaki saja. Jarak rumah dan kampusnya memang tak seberapa jauh. Dia hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit jika mengendarai mobil dengan kecepatan 60km/jam. Dia memang tak pernah berjalan kaki, namun jika ia perkirakan, sekitar dua jam perjalanan nanti dia sudah akan sampai di rumah.

Rania mulai berjalan melewati jalanan malam di sekitar kampusnya ini yang memang terkenal sepi di kota metropolitan yang ramai ini. Sesekali dia duduk dan berhenti di pinggir jalan hanya untuk sekedar mengambil napas. Kemudian dia akan melanjutkan perjalanannya setelah dirasa sudah cukup untuknya beristirahat.

"Ah. Apes banget sih hari ini. Udah capek banget di kampus, masih harus jalan kaki lagi. Mana haus banget." gumamnya sambil memegangi tenggorokannya yang dirasa kering.

Sambil berjalan, dia melihat ke arah toko di tepi jalan dan berharap masih ada yang buka. Dia hanya ingin sekedar membeli minum dan makanan ringan untuk mengganjal perutnya yang lapar. Namun tak ada satu pun toko yang buka.

Sesaat kemudian dia ingat kalau dia masih memiliki sisa air mineral di dalam tasnya. Dia berhenti sebentar untuk mengambil air mineral tersebut. Setelah dia mendapati air mineral itu, dia berniat untuk meminumnya. Namun setelah dia membuka tutupnya, tiba-tiba ada sebuah mobil dengan kecepatan medium melaju ke arahnya, dan…

'Braaakkk!!!'

Mobil itu menabrak Rania. Rania terjatuh di tepi trotoar. Dia pingsan. Air mineral yang hampir di minumnya tadi jatuh dan tumpah di jalan. Tas kuliah berwarna merah yang belum sempat dia tutup ketika mengambil air mineral tadi juga terjatuh. Membuat isi yang ada di dalamnya keluar dan berserakan ke mana-mana.

**

"Mbak udah sadar?" tanya seorang pemuda yang duduk di dekat tempat tidur Rania. Pemuda itu terlihat asing.

Rania tak langsung menjawabnya. Dia mengamati dulu keadaan yang ada di sekitarnya. Dia ada di rumah sakit. Ada selang infus yang di pasang di tangan kirinya dan juga selang oksigen yang di gunakan di hidungnya.

Kemudian dia mengingat apa yang terjadi sebelum dia di bawa ke rumah sakit ini. Setelah berhasil mengingat sesuatu, bergegas dia mengubah posisinya yang semula berbaring ke posisi duduk. Dia mencari-cari sesuatu.

"Mbak nyari ini?" tanya pemuda tadi. Dia membawa tas Rania di tangannya.

Secepat kilat Rania meraih tas miliknya itu. Dia bergegas membuka dan mengecek isinya. Tak ada yang hilang. Dia menarik napas panjang. Lega.

Namun kemudian dia kembali membuka tasnya dan mengambil sesuatu yang ada di dalamnya. Laptop. Benda penting yang bahkan tak boleh ada goresan sedikit pun. Karena ada banyak sekali data penting yang dia simpan di sana. Tentu saja data tentang pendidikannya. Kalau ada satu saja data yang hilang, bisa-bisa dia akan habis di marahi oleh dosennya.

Sekali lagi dia tampak lega. Memang ada beberapa bagian yang tergores di sisi kanan dan kiri dari laptopnya, yang mungkin dia dapatkan karena dia jatuh dan menimpa tepi trotoar tadi. Namun tak ada yang rusak dan tak ada data yang hilang.

Setelah dirasa cukup sudah dia mengecek barang-barang miliknya itu, dia kembali menutup tasnya dan meletakkannya tepat di samping bantalnya.

Dia lalu melihat ke arah lelaki yang pertama kali dia lihat ketika dia terbangun dari pingsannya tadi. Lelaki itu berdiri dan bersandar di tembok yang tak jauh dari tempat Rania berbaring. Rania mengamatinya. Tampan dan begitu gagah. Layaknya pangeran berkuda putih seperti yang selalu Rania impikan untuk datang dan mengisi hari-harinya yang sepi.

Namun ada satu hal yang menarik perhatian Rania. Lelaki itu tampak tak hidup dengan baik. Tatapannya kosong. Ada beban dan kesedihan yang terpancar dari gerak tubuhnya.

Kemudian Rania secara detail memperhatikan penampilannya. Penampilannya rapi dan dia memakai barang-barang yang bermerek. Dari situ Rania tahu kalau lelaki itu adalah orang yang berada.

"Kalau boleh tahu, Mas yang menolong saya atau yang menabrak saya?" tanya Rania kemudian tanpa basa-basi.

Lelaki itu menoleh. Dia diam sebentar. Menarik napas dalam dan akhirnya menjawab.

"Saya yang menabrak Mbak. Dan saya akan bertanggung jawab. Kata dokter luka Mbak enggak parah. Dua atau tiga hari lagi kemungkinan Mbak sudah bisa pulang. Dan selama itu saya yang akan menemani Mbak di sini. Saya yang akan membayar semua biaya perawatan Mbak. Tapi saya mohon Mbak jangan tersinggung. Saya tahu Mbak orang kaya, namun ini sebagai permintaan maaf saya. Saya harap Mbak mau menerimanya." kata lelaki itu panjang lebar.

Wah, lelaki baik dan bertanggung jawab, pikir Rania. Rania langsung tertarik kepadanya.

"Dari mana kamu tahu kalau saya orang kaya?" tanya Rania. Dia merasa curiga kepada lelaki yang menabrak sekaligus yang menolongnya tersebut.

"Maaf Mbak kalau saya lancang. Tadi saya buka-buka tak Mbak buat mencari identitas Mbak. Dan saya lihat alamat Mbak, ternyata Mbak tinggal di kompleks perumahan elite. Jadi dari situ saya tahu kalau Mbak orang kaya. Dan, ya, tadi saya juga sempat mencari tahu keluarga Mbak buat datang ke sini. Saya datang ke rumah Mbak. Tapi kata security di kompleks itu bilang Mbak tinggal sendiri. Jadi saya akan bertanggung jawab sekalian menemani Mbak sampai Mbak sembuh dan pulang ke rumah." jelas pemuda tampan itu.

"Baiklah kalau begitu. Saya terima pertanggung jawaban kamu. Tapi karena ini sudah malam, sekarang saya mau istirahat. Kamu tidur di luar. Jika saya butuh bantuan kamu nanti saya akan panggil kamu." kata Rania. Dia memang wanita yang sangat tegas.

"Di meja samping tempat tidur Mbak, ada kartu nama saya. Mbak boleh simpan nomor ponsel saya dan menelepon saya jika Mbak ada perlu. Jadi Mbak tak perlu capek berteriak untuk memanggil saya. Saya tidur di luar. Permisi," lelaki itu kemudian pergi keluar dan menutup pintu kamar Rania dengan lembut.

Rania mengangguk kecil. Dia tersenyum simpul. Dia meraih kartu nama kecil yang ada di atas meja di samping tempat tidurnya. Dibacanya perlahan apa yang tertulis di situ. Kemudian Rania mengambil ponselnya dan langsung menyimpan nomor lelaki itu di ponselnya.

Dia tersenyum lagi. Kali ini lebih manis. Dan penuh makna. Dia lalu membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Sesaat kemudian matanya sudah terpejam. Dia sudah tidur.

***