Menekan rasa gengsi, aku mengunjungi apartemen Fay. Semenjak perdebatan kami di Read Eat soal uang 800juta, aku belum menghubungi dan minta maaf padanya. Sekarang aku justru menekan bel pintu apartemennya dengan rasa tidak tahu malu. Berharap dia bisa menampung segala kepenatan di kepalaku. Karena tidak ada lagi yang bisa aku jadikan tempat berkeluh kesah. Walau Fay tidak punya uang 800juta itu bukan lagi masalah. Yang penting saay ini, adalah keberadaannya.
Sudah berkali-kali aku menekannya, tapi Fay tak kunjung membukakan pintu. Aku menunggu dengan gelisah. Ya Tuhan apa hidupku ini hanya untuk menunggu. Bahkan untuk sebuah pintu terbuka.
"Ana." Fay agak terkejut melihatku. Wajahnya berubah kaku, lalu menoleh ke belakang seperti hendak memeriksa sesuatu.
"Hai, aku.. Aku bisa masuk?"