Aku masih tertegun di tempat memandangi mereka yang sedang berpelukan di hadapanku. Senyum getir terbit di bibirku yang kelu. Aku memijat kepalaku yang mulai berdenyut.
Sadar dengan situasi yang sangat tidak menguntungkan ini, aku melesat kabur ke private zone meninggalkan nampan kayu di atas meja. Tubuhku tersentak, tiba-tiba berbalik arah saat ada yang menarik lenganku kuat sekali.
"Ana,"
Abi. Dia sudah berdiri di hadapanku. Wajahku sudah sangat panas. Dengan emosi, aku menyentak satu tangannya, lalu berlari persis seperti anak baru gede yang sedang merajuk.
Memangnya aku punya hak apa untuk marah pada Abi. Mau Sera masih hidup atau sudah mati, mau bersama Abi kembali sekalipun, itu bukan urusanku. Tapi kenapa kenyataan justru bertolak belakang dengan hati.
Kenyataannya yang aku lakukan justru berdiam diri di dalam private zone, duduk di sana sambil menahan tangis yang memaksa minta keluar.
Ada apa denganku ini.