"Heleen, jangan berlarian terlalu cepat, nanti kau terjatuh!" teriak seorang wanita tua kepada seorang anak perempuan berumur tujuh tahun yang terus berlarian ke sana kemari, mengejar seekor kelinci yang baru dibelikan opanya.
"Tenang, Oma. Walau aku terjatuh, aku tak akan merasakan sakit," balas gadis bernama Heleen itu. Omanya yang tengah merajut hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saja. Heleen memang sangat tak bisa diatur, jika oma dan opa melarangnya melakukan suatu hal, ia akan menjawab seenaknya dan jawaban yang ia berikan selalu saja membuat oma dan opanya tak dapat berbicara lagi. Anak gadis itu sedikit aneh, tapi mereka sangat menyayangi cucu mereka itu.
"Holland, tunggu aku!" teriak Heleen sembari mengejar kelinci barunya.
"Holland? Siapa itu?" tanya omanya.
"Holland itu kelinci baruku ini, Oma. Aku memberinya nama, bagus tidak?" tanyanya tanpa menoleh ke arah sang oma.
"Bagus. Tapi tak adakah nama yang lebih lucu dari Holland?" tanya omanya lagi.
"Tak terpikir olehku, Oma!" balasnya.
Heleen terus mengejar kelinci yang tak bisa diraihnya. Kelinci itu berlari dengan sangat cepat hingga Heleen pun terjatuh untuk beberapa kali. Lututnya sedikit terluka dan kotor, namun ia tak peduli. Ia terus saja mengejar kelinci yang tak mau ditangkap itu. Tiba-tiba saja, kelincinya berhenti tepat di kaki seorang anak lelaki yang belum pernah dilihat Heleen. Anak lelaki itu lebih kecil dari tinggi tubuhnya. Dengan sangat mudah, lelaki itu mengambil dan menggendong kelinci milik Heleen. Heleen yang merasa heran hanya terdiam, padahal lelaki itu sudah berjalan mendekatinya dan menyodorkan kelinci yang digendongnya ke arah Heleen.
"Ini kelincimu," ucap lelaki itu. Dengan susah payah, Heleen menggendong kelincinya. Ia tersenyum senang karena ia sudah bisa memegang bahkan menggendong sang kelinci yang sedari tadi dikejar.
"Kau siapa?" tanya Heleen.
"Namaku Holland, umurku 6 tahun." Lelaki bernama Holland itu mengulurkan tangan. Bukannya membalas uluran tangan Holland, Heleen malah tertawa setelah mendengar nama anak lelaki itu.
"Haha…. Namamu sama persis seperti kelinciku ini," ujar Heleen sembari tertawa. Holland hanya terdiam, memandangi gadis yang di hadapannya itu. Oma Heleen, Gisela Vandenberg yang menyadari kedatangan Holland langsung menghampirinya.
"Holland? Bukannya kau anak Diederick dan Kathriena? Mana Mama dan Papamu?" tanya Gisela kepada Holland. Holland mengarahkan matanya kepada wanita tua itu.
"Ja, Nyonya. Mama dan Papa sedang berbicara dengan Nyonya Saartje dan Tuan Theo. Mereka menyuruhku untuk datang ke halaman belakang ini," balas Holland.
"Ternyata benar. Kau sudah besar ya, Holland? Terakhir aku berkunjung ke rumahmu, kau masih sangat kecil," ucap Gisela. Holland hanya tersenyum simpul mendengar ucapan Gisela. Heleen kembali merasa heran dengan dua orang di hadapannya. Bagaimana omanya bisa mengenal bahkan akrab dengan lelaki yang baru dilihatnya itu? Karena penasaran, ia mulai menanyakan banyak pertanyaan kepada omanya. Omanya hanya menjawab dengan santai, menjelaskan tentang siapa Holland dan siapa keluarga anak itu. Perlahan Heleen mulai mengerti siapa lelaki di depannya ini, dia adalah anak dari teman orang tuanya. Heleen berpikir siapapun yang memiliki hubungan pertemanan dengan orang tuanya, maka ia wajib berteman dengan anak mereka. Akhirnya Heleen mengulurkan tangan dan menyebutkan nama, Holland tersenyum sembari membalas uluran tangan Heleen. Heleen mengajak Holland untuk bermain bersama, dengan senang hati, Holland mengiyakan ajakan Heleen.
Heleen memang belum pernah bertemu dengan Holland. Jarak Buitenzorg dengan Soebang memang sangatlah jauh. Setelah dua tahun menetap di Soebang, Saartje dan Theo baru bisa berkunjung ke rumah keluarga van Devries. Saat itu usia Holland baru saja menginjak 1 tahun dan Heleen 2 tahun. Tentu saja Holland dan Heleen tak ingat pertemuan pertama mereka. Lalu setelah beberapa tahun kemudian, Kathriena dan Diederick bisa berkunjung ke Soebang. Diederick mengadakan pertemuan dengan seorang bangsawan di daerah itu. Setelah urusan pekerjaannya selesai, barulah Diederick mengajak Kathriena dan Holland untuk mencari rumah Saartje dan Theo. Dibantu oleh beberapa pribumi di sana, akhirnya mereka menemukan rumah sahabat mereka itu. Saartje dan Theo begitu senang saat mereka melihat kedatangan keluarga van Devries di rumah mereka. Akhirnya takdir mempertemukan Holland dengan Heleen. Pada hari itu juga Holland dan Heleen menjadi sepasang sahabat. Namun, saat keluarga van Devries memutuskan untuk kembali ke Buitenzorg, Heleen menangis memohon kepada Kathriena dan Diederick agar Holland bisa menginap lebih lama. Heleen benar-benar tak ingin ditinggalkan oleh sahabat barunya itu. Dibantu oleh Saartje, akhirnya Kathriena dan Diederick membiarkan Holland untuk menginap selama dua minggu di sana. Betapa bahagianya Heleen dan Holland, mereka sama-sama mengucapkan terima kasih kepada pasangan van Devries. Mereka turut bahagia dengan kebahagiaan anak mereka.
Setiap hari Holland dan Heleen selalu menghabiskan waktu bersama. Membeli barang yang sama dan selalu pergi ke mana pun bersama-sama. Bahkan Heleen memberikan benda kesayangannya kepada Holland berupa biola tua yang diberikan opanya, Lennerd Vandenberg. Kebetulan setelah menginjak usia satu tahun, Heleen selalu melihat Theo memainkan alat musik gesek itu. Dua tahun kemudian, ia meminta untuk diajari cara bermain biola dan tanpa mereka sadari, Heleen sudah bisa memainkan sebuah lagu menggunakan biola itu ketika ia menginjak usia 4 tahun. Heleen juga membagikan ilmu yang didapatnya kepada Holland, ia mengajari Holland cara bermain biola. Bahkan mereka mampu membuat sebuah lagu ceria, siapapun yang mendengarnya akan merasa senang. Namun sayangnya, mereka tak bisa berteman lebih lama lagi, Heleen terpaksa harus pindah ke Belanda.
Lennerd Vandenberg sangat-sangat menginginkan Heleen untuk bersekolah di sana. Holland dan Heleen terpaksa harus berpisah dan tak dapat bermain bersama lagi. orang tua Heleen pun tak dapat menolak permintaan Lennerd. Lennerd termasuk orang yang sangat keras kepala jika berhubungan dengan cucunya. Apapun yang dikatakannya harus dituruti, tak boleh ada yang menolak. Jika tidak, mereka harus menerima risikonya.
Pada saat perpisahannya dengan Holland, Heleen memberikan biola kesayangan kepada sahabatnya itu. Pemberian benda kesayangannya itu disaksikan oleh seluruh keluarga Vandenberg dan Koenraad juga keluarga van Devries. Semua orang menangis melihat perpisahan itu. Lennerd juga merasa tak tega melihat kedua anak itu berpisah, namun ia menginginkan pendidikan terbaik untuk cucunya. Ia tak ingin cucunya bersekolah di Hindia-Belanda ini. Ia dan Gisela yang akan menjaga Heleen di Belanda sana. Sementara rumah milik keluarga Vandenberg akan dijual karena Saartje dan Theo sudah memiliki rumah sendiri.
Semenjak berpisah dengan Heleen, Holland terlihat tak seceria dulu. Ia selalu mengurung diri di kamar dan memainkan biola pemberian Heleen. Lagu yang dimainkannya pun selalu terdengar menyedihkan. Seperti tengah kehilangan sesuatu yang berharga baginya. Memang betul, Heleen adalah manusia paling berharga untuk Holland selain kedua orang tuanya. Ia sangat menyayangi sahabatnya itu. Ia tak ingin berpisah, namun harus bagaimana lagi? Ia tak bisa berbicara apa-apa saat Lennerd menjelaskan kepadanya tentang kepindahan Heleen. Ia benar-benar merasakan kehilangan dan ada rasa kerinduan juga yang menyelimuti dirinya. Diederick dan Kathriena sangat bingung dengan apa yang harus mereka lakukan agar anak mereka itu bisa kembali ceria seperti dulu.
Hingga akhirnya, Diederick memutuskan untuk mengajak Holland serta Kathriena ke rumah keluarga Schyler, teman lamanya yang juga menetap di Buitenzorg. Kebetulan keluarga Schyler memiliki seorang anak perempuan yang umurnya sama seperti Holland. Anak perempuan itu bernama Marysa V. Schyler, buah hati dari pasangan Albert Schyler dan Evelien Schyler. Marysa adalah anak perempuan yang sangat manja. Apapun yang diinginkannya harus selalu dituruti dan ia juga anak perempuan yang sangat keras kepala. Ia selalu melakukan apapun yang menurutnya benar, tak peduli jika banyak orang yang melarangnya. Marysa tak pandai berteman, semua anak inlander yang bertetanggaan dengannya pun enggan untuk berteman dengan Marysa. Bukan karena ia tak cantik atau tak sempurna, sifatnya yang sangat manja dan keras kepala menjadi alasan mereka tak ingin berteman dengannya. Bahkan di sekolah pun Marysa tak memiliki teman. Tak ada yang mengajaknya bermain, tak ada yang mengajaknya berbicara, ketika Marysa mendekat pun mereka selalu menjauh. Marysa yang merasa dijauhi pun selalu bersikap acuh tak acuh kepada siapapun yang ingin berteman dengannya.
Bersambung...
[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.