"Kamu bisa melanjutkan," kataku pada Codoi, mengeluarkan ponselku kembali. "Aku akan mengambil gambarnya."
"Tidak. Pikir aku akan mengampuni bibir aku. Dia memberiku senyuman yang belum pernah kulihat darinya sebelumnya. Agak licik dan konyol pada saat bersamaan. Perutku bergetar, sama bingungnya dengan diriku. Aku tidak tahu apakah harus tersenyum kembali, dan sebelum aku bisa memutuskan, momen itu berlalu, senyumnya hilang saat dia berjalan untuk melihat sebuah plakat.