Chereads / Suami Diskonan / Chapter 6 - 6. Kau Wanita Jalang!

Chapter 6 - 6. Kau Wanita Jalang!

Nyonya Merry menatap tajam pada Chiraaz, ada kecurigaan yang tidak dapat dibuktikan. Kepanikan di wajah menantunya sangat membuatnya semakin yakin. Jika Chiraaz menyembunyikan sesuatu.

"Kau tahu Chiraaz, aku paling tidak suka dibohongi," ujar Nyonya Merry memberikan penekanan.

"Sungguh Mams, apa yang harus ku sembunyikan darimu Sedangkan, Mams adalah ibuku."

"Baiklah, kali ini aku percaya padamu. Bagaimana keadaanmu sekarang?"

"Sudah jauh lebih baik. Aku rindu rumah, tapi dokter masih belum memberikan izin untuk pulang."

"Rindu rumah atau Eljovan?" Nyonya Merry mengedipkan sebelah matanya.

"Ah, Mams." Chiraaz tersipu malu.

Saat mereka tengah berbincang, tiba-tiba seorang tamu datang menjenguk. Tamu yang tidak pernah diharapkan kedatangannya. Bahkan Chiraaz sangat membenci wanita itu, dia adalah Nyonya H-wan.

"Hai Meery, are you okay?" tanya Nyonya H-wan seraya memeluk Nyonya Merry yang menyambutnya dengan hangat.

"Aku baik Nyonya, apa anda sengaja datang ke sini?" Nyonya Merry balik bertanya.

"Ya, saya sengaja ingin menengok Chiraaz. Sudah dua hari ya, dia tidak terlihat di sekitar apartemen," jawab Nyonya H-wan. Matanya nyalang menatap tajam Chiraaz di ranjangnya.

Merasa jijik melihat wajah wanita paruh baya itu. Chiraaz memalingkan wajahnya ke sembarang arah.

"Anda memang orang yang sangat perhatian. Terima kasih Nyonya, sudah meluangkan waktu di sela-sela kesibukan anda."

"Sama-sama," sahut Nyonya H-wan. "Boleh saya bicara dengan Chiraaz?" tanya kemudian.

"Tentu saja Nyonya, silahkan."

"Terima kasih," ucap Nyonya H-wan.

Wanita itu berjalan dengan anggun menuju ranjang Chiraaz. Mendengar akan dihampiri, Chiraaz semakin merasa kesal.

"Apa kabar, Chiraaz?" sapa Nyonya H-wan. "Belum cukup kenikmatan yang kuberikan?" bisiknya.

"Kabarku buruk seiring kedatanganmu H-wan!" Chiraaz berseru sengit.

"Nyonya, saya ada perlu keluar sebentar. Apa bisa saya titip Chiraaz sebentar?" Nyonya Merry berteriak dari sofa.

"Tentu saja Merr, pergilah," jawab Nyonya H-wan, hatinya senang karena ditinggal berdua dengan Chiraaz.

Nyonya Merry terburu-buru bergegas keluar ruangan. Setelah mertua Chiraaz itu pergi, Nyonya H-wan bangkit lalu duduk tepat di samping Chiraaz.

"Bagaimana rasanya dijamah banyak pria? Apa kau suka?" Raut wajah Nyonya H-wan menyeringai sadis.

"Apa mau mu wanita tua!" bentak Chiraaz kesal.

"Mau ku?" Nyonya H-wan mendekatkan wajahnya pada Chiraaz. "Jauhi suamiku, mengerti!"

"Sudah kukatakan padamu, aku tidak punya hubungan apapun. Kau hanya salah paham," jawab Chiraaz membela dirinya sendiri.

"Jangan terus berkilah, jalang! Tidak mungkin suamiku diam-diam selalu mengawasimu. Jika kalian tidak bermain di belakangku!" seru Nyonya H-wan.

"Apa!" pekik Chiraaz terkejut mendengar penuturan wanita di sampingnya.

Selama ini Chiraaz hanya tahu jika Xi-hwan sering genit dan menggoda wanita termasuk dirinya. Itu sebabnya Chiraaz menanggapi pria itu dengan sikap biasa. Lagipula, lelaki bangkotan seperti Xi-hwan tidak membuatnya bernafsu.

Nyonya H-wan menarik wajah Chiraaz dan mencengkram rahangnya kuat-kuat. "Kau jangan berpura-pura sok polos jalang! Aku tahu semua rahasiamu! Jadi, jangan berani macam-macam denganku!"

"Aahhh." Chiraaz mengeluh kesakitan, ia mengusap pipinya yang terasa panas.

Sekarang, ia mengerti siapa yang mengirim kotak tadi. Tapi, dari mana Nyonya H-wan tahu masa lalunya. Otak Chiraaz berpikir keras, selama ini ia menutup segalanya dengan rapat. Termasuk ibunya sendiri.

Chiraaz memberanikan diri menatap mata Nyonya H-wan yang menyipit. Kebencian nampak jelas di mata wanita itu. Begitu juga dirinya yang sangat muak melihat muka Nyonya H-wan.

"Apa yang kau tahu Nyonya Hwan. Tidak pernah sama dengan kenyataannya," kata Chiraaz.

"Cih! Tidak sulit menemukan informasi jalang sepertimu. Sekalipun, kau menyembunyikan bangkai di lubang semut," balas Nyonya Hwan.

"Kau akan menyesal, karena sudah menyiksa ku."

"Benarkah?" Nyonya Hwan tersenyum sinis. Wanita itu merogoh sesuatu dari tas mahal miliknya.

"Bagaimana jika Merry atau mungkin Eljovan yang melihat ini?" tanya nya seraya menyodorkan sebuah ponsel.

Di sana terlihat sebuah video, di mana Chiraaz tengah di rudapaksa oleh ke empat orsng suruhannya. Jantung Chiraaz berdetak tanpa irama. Keringat dingin mengucur deras, tangannya dengan kasar melemparkan ponsel ke lantai, hingga hancur berkeping-keping.

"Kau, sungguh menjijikkan!" maki Chiraaz, ia meremas seprai menahan amarahnya.

"Ups, jangan marah sayang." Nyonya Hwan mundur beberapa langkah.

"Buktinya sudah hancur, kau tidak punya apapun untuk mengancamku," kata Chiraaz percaya diri.

"Lantas kau pikir aku sebodoh itu? Masih banyak video tersebut di memory card dan siap dikirim kapan saja. Baik pada Merry mertuamu atau Eljovan suamimu," jawab Nyonya Hwan, wanita itu santai memainkan kuku yang mulus di jemari lentiknya.

Chiraaz menangis tersedu-sedu, hatinya tidak kuat menerima ancaman sekejam ini. Melihat Chiraaz menangis, hati Nyonya Hwan merasa sangat puas.

"Aku minta maaf, Nyonya. Tolong, ampuni aku kali ini," ucap Chiraaz seraya mengatupkan kedua tangannya.

"Apa? Kau memohon padaku?"

"Iya Nyonya, tolong hapus video itu. Saya tidak akan lagi menyapa suami anda. Bahkan, saya hanya akan diam saja di dalam apartemen, sungguh Nyonya Hwan."

"Apa ucapanmu bisa terjamin?" tanya Nyonya Hwan ragu.

"Saya akan minta pada Eljovan untuk pindah. Supaya tidak bertemu lagi dengan suami anda. Saya janji Nyonya."

Nyonya Hwan terdiam, hatinya masih tidak mau menerima perdamaian dengan Chiraaz. Meski kebal akan hukum, tapi ia tidak bisa melawan sang suami. Tidak ada cara lain, selain menyingkirkan Chiraaz dari kehidupan mereka untuk selamanya.

"Sekali lagi, memohonlah padaku," perintah Nyonya Hwan.

"Ya Nyonya, aku mohon ampuni aku." Chiraaz mengikuti perintahnya.

"Bagus, aku sangat suka. Baiklah, aku anggap ini perdamaian. Tapi jika sekali saja, aku melihatmu bicara dengan Xi-Hwan. Maka saat itu juga, bersiap lah jika video itu tersebar."

"Iya, iya--." Chiraaz mengangguk cepat, hatinya lega karena Nyonya Hwan bisa negosiasi. Setidaknya untuk saat ini, sampai kondisinya pulih nanti.

Nyonya Hwan pergi meninggalkan ruangan. Chiraaz segera menyeka air matanya dan bersikap biasa. Ia tidak mau saat mertuanya kembali, matanya terlihat sembab. Dadanya masih terasa sesak, terhimpit beban yang begitu besar.

Belum usai keterkejutannya dengan kotak yang datang. Ancaman Nyonya Hwan ternyata lebih menakutkan dari teror sebelumnya. Chiraaz merasa ada yang aneh beberapa hari ini dengannya. Ia yakin semua yang terjadi bukanlah sebuah kebetulan semata.

Chiraaz meraih ponsel di atas nakas, jarinya bergerak cepat menelpon seseorang dan menceritakan semua masalah yang sedang dialaminya. Dari seberang telepon, orang tersebut hanya diam mendengarkan dengan seksama.

"Aku sungguh takut, Aku tidakk tahu harus berbuat apa," kata Chiraaz.

"Tenanglah, mungkin hanya orang iseng. Atau bisa jadi, musuhmu itu yang melakukannya agar kamu menjadi gila," sahut suara di seberang telepon.

"Tidak, ini tidak mungkin kebetulan."

"Chiraaz, jangan-jangan dia kembali?" Suara di seberang telepon terdengar gelisah. Hal tersebut juga terendus oleh Chiraaz.

"Dia?"

"Ya, dia yang pernah bersumpah serapah beberapa tahun lalu."