"TUTUP MULUTMU!"
Suara keras Pratama cukup membuat Salma ketakutan. Seketika ia langsung terdiam, bahkan tak berani memandang wajah Pratama yang penuh emosi.
Ia menunduk, menahan kesedihan. Karena baru sekarang dia mendapat perlakuan seperti itu dari keluarganya. Ia memendang kesedihan itu, tanpa berani berkomentar.
"Maaf," lirihnya.
"Udahlah. Kamu selalu aja minta maaf. Tapi besok, diulang lagi. Coba deh, kamu tuh sadar kewajibanmu sebagai istri. Kamu memang nggak bisa diatur," kesal Pratama.
"Aku kan udah minta maaf. Kenapa kamu sensitif banget sama aku. Apa nggak bisa memperlakukanku selayaknya istri? Kenapa kamu selalu menyalahkanku?" protes Salma.
"Kamu memang salah, kenapa aku memanjakanmu. Aku berhak memarahimu, karena aku suamimu. Keberatan?"
"Tapi nggak dengan cara yang kasar. Bisa dengan cara ..."
"Banyak omong. Aku makin muak berada di sini. Aku mau pergi," ujarnya.
"Kemana?"
"Terserah aku!"