Aku baru ingat sekarang, bukan bermaksud melupakannya. Sudah beberapa hari ini, Nadin terus membicarakan hal itu, ia ingin aku jemput ketika pulang dan pergi sekolah. Masalahnya, kami berlawan arah dan sama sekali tidak dekat, dan yang lebih utama lagi, aku sudah punya teman pulang dan pergi yaitu Kinan, dan yang ketiga setahuku Nadin itu punya supir pribadi, dan biasanya ia akan di antar jemput sekolah.
Lalu kenapa harus aku?
"Kamu kan tahu, aku sudah pergi sama Kinan, lagipula—"
"Kinan terus," katanya memotong dengan wajah cemberut.
Padahal aku belum selesai berbicara, tapi ia sudah memotong ucapanku duluan.
Aku menghela napas pendek.
"Dia sahabatku, kau kan tahu."
Tepat ketika aku bicara begitu, kulihat Nadin menggeleng.
"Tapi aku ini pacar kamu Vin, selama ini kita jarang jalan berdua, palingan hanya ketemu di sekolah seperti sekarang."
"Kan aku sudah bilang, dan kamu tak masalah kemarin soal itu."
