Bersama langkahnya Alga sudah berbelok menuju tangga yang mengarah ke lantai dua.
Jantungnya seolah berhenti berdetak saat nyaris saja menubruk tubuh gadis di hadapannya. Ia terdiam menatap Eiryl yang kini tepat berada dalam radius terdekat dan berdiri di jarak satu tangga dengannya.
"Li." Suaranya lolos untuk memanggil Eiryl.
"Minggir." Suara dingin yang keluar dari sepasang bibir Eiryl menyentuh gendang telinga Alga.
"Nggak," tolak Alga tanpa ada rasa takut sedikitpun.
"Minggir atau gue teriak?"
"Teriak aja nggak apa-apa. Apalagi kata orang teriak itu bikin kita jadi merasa lebih lega."
"Nggak lucu!"
"Aku emang nggak lagi ngelucu."
"Lo—" Eiryl mengatup bibirnya. "Ngeselin!"
"Kangen kali."
Eiryl merapatkan kelopak matanya, berusaha keras untuk menahan diri agar emosinya tidak meluap begitu saja. Apalagi tidak seharusnya Alga yang menjadi sasaran empuk amarahnya.
"Li, aku cuma mau jujur dan mengakui semuanya."