Langkah nya baru saja menapaki area parkir rumah sakit. Namun, Eiryl sudah berlalu lebih dulu menuju meja resepsionis rumah sakit untuk menanyakan keadaan Alga.
"Alga Sadewa ... Alga Sadewa." Dalam hati ia terus menggumamkan nama itu. Ia ingin melihat Alga. Menatap nya sebentar saja. Ia tahu jika diri nya salah, selalu menganggap bahwa Alga adalah seorang pembohong. Ah, penipu ulung.
"Sus mau tanya. Apa disini ada pasien yang bernama Alga Sadewa?" tanya nya pada salah satu suster yang sedang duduk di depan komputer setelah sampai di depan meja resepsionis.
"Sebentar, ya. Biar saya cek dulu." Dengan cepat suster itu mengetik nama yang Eiryl sebutkan tadi.
Tidak lama kemudian. "Ada. Pasien atas nama Alga Sadewa ada di ruang 510 di lantai 5," ujar suster itu.
"Terima kasih, sus." Entah apa yang membuat nya seperti ini. Eiryl meninggalkan ketiga teman nya begitu saja dan berlalu menuju lift.
"Buset dah bocah," keluh Arya saat baru sampai di samping Eiryl dan menunggu pintu lift terbuka.
"Pelan-pelan dong, Li," ujar Putri terengah.
Eiryl tidak peduli. Tangan nya tidak mau diam, rasa gelisah nya berhasil membuat dentuman yang terasa gaduh di dasar sana.
Pintu lift di depan nya sudah terbuka lebar. Tapi diri nya malah terduduk dengan tangan yang rapat-rapat menutupi wajah nya. Terlebih bayang-bayang tentang keadaan Alga yang lemah terus merasuk ke dalam benak nya.
Dimas berjongkok di samping Eiryl. "Nggak ada salah nya kita memastikan semua nya," ujar nya.
"Li, sedikit lagi." Putri menguatkan sambil membantu Eiryl agar mau berdiri.
Sahabat nya itu mengangguk. Ia. melangkahkan kaki nya masuk ke lift yang akan membawa nya ke lantai lima. Hingga sesampai nya di sana, Eiryl berusaha menenangkan diri nya.
Arya dan Dimas pun terlihat gusar.
"Sumpah, gue nggak kuat kalo lagi liat si Alga baring, muka kayak mayat, ada macem-macem selang di badan nya__"
Plak!
"Macem-macem lo kalo ngomong," gertak Dimas tidak segan untuk memukul bahu Arya.
Arya kembali memilih diam. Hingga kini tubuh nya sudah berhadapan dengan pintu kamar rawat nomor 510.
Tok! Tok! Tok!
Putri mengetuk pintu berharap seseorang segera membuka nya.
Ceklek!
Suara kunci terbuka sekaligus pegangan pintu yang berputar melawan arah. Siapa kah itu? Ah, Eiryl semakin berdebar. Bukan hanya dirinya, tapi Arya, Dimas dan Putri juga merasakan hal yang sama.
Pintu itu terayun dan menampakkan sosok yang.... di cari nya?
Alga ada di depan mata nya dengan selang oxygen concentrator portable yang terpasang di hidung nya. Iya, ini adalah salah satu alat yang sebenarnya tidak boleh Alga tinggalkan begitu saja.
Hening. Semuanya terdiam bola mata yang mengarah pada sosok Alga.
"Ga," panggil Eiryl lirih.
"Hai," sapa Alga yang masih terpaku.
"Ga, sorry gue nggak pernah ngebayangin ini sebelum nya," ujar Arya yang masih terkejut.
Alga menarik napas nya. "Masuk. Ngobrol nya di dalem," sahut nya dan membuka pintu kamar rawat nya lebar-lebar.
Sedangkan Dimas masih menatap Alga dengan sepasang bola mata yang seakan enggan berkedip. Alga menepuk-nepuk bahu nya dengan pelan. "Cerita di dalem," ujar Alga.
Dimas menurut. Ia melangkahkan kaki nya masuk ke kamar rawat yang lebih terlihat seperti kamar pribadi. Poster The Beatles, Simple Plan, The Avengers, Power Ranger, Ultramen dan masih ada beberapa poster band indie lokal yang terpajang mengisi dinding polos berwarna putih.
Alga kembali menutup pintu kamar rawat nya. Bersamaan dengan itu Eiryl berdiri menghadap nya. Menatap nya dengan bola mata yang mulai berkaca-kaca.
"Kamu kenapa nggak ngomong dari awal?" tanya Eiryl menajam setelah diri nya berada di dalam ruangan dan Alga menutup pintu kamar rawat nya.
Alga hanya menatap gadis di hadapannya.
"Jawab!" gertak Eiryl dengan nada yang pelan.
"Saya cuma nggak mau ngerepotin kalian, apalagi kamu," jawab Alga.
"Tau nggak, sih? Semaleman aku nunggu kamu dateng yang ternyata emang nggak akan pernah dateng! Apa kamu tau perasaan aku waktu malam itu? Yang terus berharap sama hal semu dan terus berusaha keras buat selalu berpikir positif! Bahkan sampai aku ingin nyerah dan lupain kamu!"
Iya, Eiryl ingin meluapkan semua nya. Sampai tidak terasa dan entah sejak kapan air mata nya menetes di kedua pipi nya.
"Maaf." Tidak ada kata lain yang bisa Alga ucapkan sebagai pembelaan nya. Ia memang sudah jahat, membuat Eiryl menunggu nya dengan di temani satu hal tanpa kepastian.
Meski sebenarnya ia tahu jika Eiryl akan muak untuk mendengar satu kata itu.
"Kenapa kamu nggak bilang dari awal?!" Eiryl masih tetap mendesak nya.
Alga menggelengkan kepala nya. "Nggak semudah itu, Li," ujar nya berharap Eiryl diam.
Tapi Eiryl tetaplah Eiryl yang akan terus mendesak sampai semua nya jelas.
"Pembohong," tajam Eiryl.
"Iya. Saya memang pembohong,"
balas Alga lemah.
"Kenapa? Hah! Kenapa kamu lakuin ini?!" pekik Eiryl.
"Cukup, Li!" teriak Putri menengahi pertengkaran antara Eiryl dan Alga. "Lo nggak bisa terus ngedesak Alga," lanjut nya cenderung membela Alga.
Alga mendesah. Ia terduduk dengan lemah. Tangan nya bergerak melepas kain tipis yang melekat di tubuh nya dan mememperlihatkan guratan sayat yang begitu mengerikan pada ketiga teman nya juga satu gadis nya.
Iya. Malam itu, Alga berniat untuk mengungkapkan perasaannya langsung pada Eiryl. Namun, apalah daya, CF yang di derita nya sejak kecil kembali menyerang nya.
Dan, dimana sayatan itu bekas diri nya menjalani beberapa kali operasi untuk memasang tabung tabung pulmonalis di dalam rongga pluera paru-paru nya.
Dengan ini semua nya jelas, bukan? Ah, iya. Satu lagi. Alga mempersilahkan orang-orang di sekeliling untuk pergi jika memang mereka tidak ingin berteman dengan nya. lagipula sejak dulu pun ia tidak memiliki teman, bukan? Alga menunduk dalam-dalam. Ia tidak ingin tahu ekspresi semacam apa yang di tunjukkan oleh teman-teman nya setelah mengetahui kondisi nya yang penuh kepura-puraan seperti saat ini.
Bruk!
Eiryl ikut menjatuhkan diri nya di depan Alga. "Hei." Ia menyentuh wajah Alga yang layu.
"Maafin aku," ujar nya. Eiryl yakin diri nya sudah terlambat untuk meminta maaf. Tapi... Ah! Ia memeluk Alga dengan begitu erat. Menumpahkan seluruh tangis nya yang sejak malam ia tahan kuat-kuat.
Dimas, Arya dan Putri saling melempar tatap. Mereka seakan merasakan bahwa Eiryl seperti tercipta untuk Alga.
Alga membalas pelukan itu. "Nggak apa-apa. Saya baik-baik aja," ujar nya.
"Jangan bohong!" Eiryl kembali menggertak.
Alga memilih diam.
"Babe. Lo mau nggak pelukan sama gue?" tanya Arya pada Putri.
Sialnya, gadis itu malam memeluk Dimas membuat Arya memilih untuk meraih bantal dan memeluk nya.
"Li," panggil Alga dengan suara pelan nya.
Eiryl tidak menyahut nya langsung.
"Don't go. Please, always with me. I want you," ujar Alga membisik.
"Me too," balas Eiryl dari hati nya yang paling dalam.
Alga. semakin merengkuh nya erat. Seakan menunjukan bahwa dia tidak akan pernah melepaskan Eiryl.
"Kita juga bakal selalu ada buat lo, Ga," ujar Arya melepaskan pelukan nya di bantal dan meraih tubuh Alga. Mau tidak mau ia pun harus memeluk Eiryl.
Dimas dan Putri pun menguraikan pelukan nya untuk memeluk Alga.
"Tenang aja. Kita nggak akan pergi," ujar Dimas sungguh-sungguh.
"Makasih." Alga yang sedang berusaha kuat untuk terus menghalau air mata nya, akhirnya menyerah. Ia tidak bisa untuk tidak ikut menangis.