Melonggarkan tuala yang ia kenakan lalu menghadapkan tubuh nya tepat pada cermin besar di atas wastafel. Ia baru saja selesai membersihkan tubuh nya setelah seharian beraktivitas. Ya, lelah.
Terlihat bekas luka jahitan yang tergaris di sepanjang dada nya. Jemari nya bergerak meraba bekas luka itu. Termangu, ia kembali berusaha keras untuk mengingat-ingat penyebab bekas luka itu.
Mendesah panjang, ruang memori nya terlalu berat untuk mengingat itu semua. Ia kembali mengikat sepasang tali dan merapatkan tuala yang dipakai nya. Lalu keluar dari kamar mandi.
Dering ponsel berbunyi mengisi sunyi hingga ke sudut kamar nya membuat nya lantas meraih benda pipih itu dari atas nakas.
Mama
Menghela berat dan, "Halo, ma."
"Sayang, maaf, ya. Mama sama papa harus
ke luar kota untuk dua hari. Maaf kalo mama ngasih tau kamu mendadak seperti ini."
"Iya, ma. Nggak apa-apa. Hati-hati di jalan," balas Eiryl berat. Hm, akhir pekan nya selalu saja seperti ini.
"Iya sayang, kamu juga jaga diri baik-baik, ya."
"Iya, ma."
"Dah .... mama tutup dulu telepon nya, ya?"
"Iya, ma. Love you."
"Love you too."
Tut!
Eiryl kembali menaruh ponsel nya di atas nakas. Namun seketika terdiam saat melihat satu pesan masuk di notifikasi sebelumnya.
Alga'S
Katanya,
Jika pelangi membutuhkan hujan
Maka, aku membutuhkan mu
16.07
sudah setengah jam yang lalu.
Katanya,
Jika rindu adalah kamu
Semoga tidak semu
16.37
Eiryl kembali menyimpan ponsel nya di atas nakas. Ia tersenyum. Menatap diri nya yang masih mengenakan baju tuala di cermin.
"Alga manis. Semoga nggak sadis," gumam nya.
Tok! Tok! Tok!
"Non," suara Mbok Wati.
"Iya, mbok?" sahut Eiryl dari dalam
Kemudian pintu terbuka dan menampakkan sosok wanita paruh baya.
"Semua nya sudah mbok siapkan, non," lapor Mbok Wati atas pekerjaannya.
"Tapi, non. Emang nggak dimarahi sama pembina Pramuka kalo non Eiryl nggak ikut ke perkemahan?" tanya Mbok Wati dengan raut khawatir nya.
"Aku udah ijin langsung kok, mbok. Tadi di sekolah sama temen-temen ku," ujar Eiryl tenang.
"Kalo mbok boleh tahu, emang yang ulang tahun siapa?"
"Temen nya Alga di rumah sakit."
"Alga siapa, tho?" Raut Mbok Wati berubah bingung.
"Pacarku," jawab Eiryl dengan begitu entengnya.
"Pacar?"
Eiryl mengangguk.
"Sejak kapan?"
"Kemarin."
"Kok mbok nggak tau, ya?"
"Nanti, kapan-kapan aku bawa ke rumah lagi."
"Yasudah. Kalo gitu mbok balik ke dapur dulu."
"Iya, mbok."
Eiryl mengulum bibir nya. Menatap kepergian Mbok Wati.
***
Senyum nya tersimpul saat melihat satu pesan balasan dari Eiryl. Namun sayang, ia tidak bisa secepat itu untuk menyatakan perasaan nya. Apalagi saat melihat Haris yang asik melajang, rasa nya ia akan mengkhianati kakak tertua nya jika berpacaran dengan Eiryl.
Baiklah, tunggu Haris sampai memiliki teman hidup nya. Setidak nya kali ini ia harus berbelasungkawa atas kejombloan sang kakak.
Terdengar ketukan pintu yang lantas membuat Alga meringsul dari bangsal.
"Siapa itu, Ga?" tanya Haris baru saja menyembulkan kepala nya dari balik pintu kamar mandi.
Alga tidak menjawab nya. Lagi pula pertanyaan Haris akan terjawab sebentar lagi. Tangan nya berperang menarik handle pintu hingga menampakkan sosok yang beberapa menit lalu ia pikirkan.
"Panjang umur kamu," ujar Alga menyambut kedatangan Eiryl.
"Kok panjang umur?" tanya Eiryl mengernyit heran.
"Terus apa nama nya pas lagi di pikirkan orang nya dateng?" balas Alga sukses membuat senyuman manis milik Eiryl terbit di kedua sudut bibir nya.
"Yuk, masuk. Di dalem ada mas ku," ajak Alga.
"Mas .... mu? Yang semalem itu?" tebak Eiryl.
"Iya."
Eiryl terkekeh.
"Kok ketawa?"
"Lucu aja."
"Apa nya yang lucu?"
"Ya lucu."
Alga berdecak pasrah.
"ALGA! HANDUK, GA! MAS LUPA BAWA!" teriak Haris dari dalam kamar mandi.
Alga mendesis. "Maaf, ya. Mas ku emang rada kurang imbang," ujar nya pada Eiryl.
Gadis itu tertawa. "Iya. Nggak apa-apa." Pandangan nya terus tertuju pada Alga yang berlalu meraih sehelai handuk dari lemari mungil nya. Sampai laki-laki itu memberikan handuk nya pada sang kakak, ia memilih untuk menghampiri Alga.
"Ga," panggil nya.
"Iya." Alga menoleh usai menutup pintu kamar mandi.
"Makasih, ya," ujar Eiryl tersenyum.
"Buat apa?" tanya Alga cukup heran.
Eiryl mengedikkan bahu nya. "Entah. Aku cuma selalu ngerasa nyaman kalo di deket kamu," ujar nya jujur.
Alga terdiam sejenak sebelum akhir nya mengembangkan kedua sudut bibir nya hingga terlihat manis. "Sama-sama," balas nya mengusak rambut Eiryl dengan halus.
"Oh, iya. Kita mau prepare jam berapa?" tanya Eiryl mengalihkan pembicaraan. Karena sebenarnya ia harus mati-matian menahan rasa gugup nya.
"Udah saya siapin. Tadi siang sama mas Haris. Cuma ya masih ada beberapa yang belum selesai," jawab Alga santai. Kemudian ia mengeluarkan setumpuk kertas origami dari laci.
"Bisa bikin burang?" tanya nya.
Eiryl mengangguk.
"Tanya burung mau apa tho, Ga?" celetuk Haris yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit hingga ke dada nya.
"Mas," tegur Alga melihat kelakuan kakak tertua nya.
"Iya, iya. Galak banget, sih." Haris melenggang santai mengambil pakaian nya.
Tatapan Alga masih mengikuti gerak Haris, ia khawatir jika kakak nya itu mulai bertingkah tidak waras terutama di depan Eiryl.
"Apa tho, Ga?" tanya Haris.
Pluk!
Nah, ini. Baru saja Alga mencurigai kelakuan Haris, kakak tertua nya malah mulai mencari keributan dengan sengaja menjatuhkan celana dalam nya dan otomatis membuat Eiryl menjerit keras.
"AAAAAAAAAAAAA!!!!!!"
Cepat-cepat Algaa mendorong Haris untuk masuk ke kamar mandi sekaligus mengamankan benda sakral itu.
"Apa-apaan sih, mas?!" raung Alga setelah berada di kamar mandi berdua dengan Haris.
"Apa-apaan apa nya?" tanya Haris sambil mengenakan pakaian nya.
"Ya, kenapa harus jahil? Kenapa pacar ku yang mas jahilin?"
Pergerakan Haris terhenti saat mendengar satu kata 'pacar'. Ia menatap Alga.
"Pacar mu? Memangnya kamu sudah resmi nembak dia?" tanya Haris jelas terkejut.
Alga menghela. "Belum, sih."
"Hehe, ngaku-ngaku pacar. Nembak aja belum. Emang bisa gitu? Nggak nembak bisa jadi pacaran?"
Alga mendesah sebal. "Dengar baik-baik, mas. Sekali lagi mas jahil kayak gini, aku doain biar mas jomblo selamanya!" tandas nya segera keluar dari kamar mandi dan nyaris membanting pintu.
Menghela berat, perlahan ia menghampiri Eiryl yang tengah rapat-rapat menutupi wajah nya dengan kedua tangan nya.
"Maaf, ya. Tadi anggap aja cuma kesalahan teknis. Otak mas ku lupa di servis," ucap Alga. Ia siap jika Eiryl mengamuk kepada nya kejahilan Haris.
"Aku nggak apa-apa, kok. Aku cuma shock," balas Eiryl belum juga membuka wajahnya.
"Sekali lagi maaf, ya," ucap Alga penuh sesal.
Eiryl mengangguk.
"Li," panggil Alga menurunkan tangan Eiryl. Ia melihat wajah gadis itu memerah dengan air mata membasahi pipi nya.
"Kamu nangis?" tanya Alga.
"Aku cuma shock."
Alga menghela berat. Kelakuan Haris memang benar-benar keterlaluan.