Ryan duduk di teras menikmati teh, tetapi wajahnya tampak murung. Setelah penolakan Hazel, tak pernah sedetik pun ia bisa memejamkan mata. Angannya tak henti menerawang pada Jenna, juga Hazel.
Mereka berdua bahkan tanpa pembeda sedikit pun. Kecuali warna kulit dan usia tentu saja. Itu pun tak akan pernah disadari orang lain jika tidak benar-benar memerhatikannya.
Entah apa yang menjadi pertimbangan Hazel hingga benar-benar menolak untuk sekedar melakukan tes. Hanya tes saja yang diinginkan oleh Ryan. Ia hanya ingin membuktikan bahwa teori dan analisanya mungkin benar. Bahwa jika ada kemiripan wajah, bisa dimungkinkan mereka juga memiliki kesamaan DNA.
Meski belum terbukti, Ryan tetap meyakini itu. Jika mereka telah mendapat kepastian, meski Hazel menolak menjadi pendonor, Ryan tak akan permasalahkan itu. Ia bisa saja mencari orang lain yang bersedia. Namun setidaknya ia mendapat jawaban dari teorinya.
Hanya sekedar menjawab rasa penasaran.