Setelah mengobrol bersama dengan Tante Diani, aku pun menerima ajakan Tante untuk pergi ke rumah Dion.
Mungkin jika Tante membantuku menjelaskan semua kepada Dion, maka Dion akan percaya jika aku dan Bagas itu hanya berteman saja.
"Rumahnya masih Jauh, Mel?"
"Bentar lagi, Tante,"
"Duh kalau tahu begini kita tadi mah naik ojek aja," dumal Tante sambil mengusap kringat di dahinya. Sepertinya beliau lelah karna jarang berjalan kaki terlalu jauh.
"Makanya sering-sering olah raga dong, Tante, biar sehat! Masa baru jalan sebentar saja udah kecapean!" cercaku meledek Tante Diani.
Wajah Tante tampak masam dan kesal mendengar ucapanku.
"Ah kamu itu ngoceh mulu, ini tuh bukan masalah gak pernah olah raga, Mel! Tapi masalah usia!" Tante Diani berusaha menyangkal ucapanku.
"Ah, segala bawa-bawa usia lagi! Bilang aja emang gak pernah olah raga, makanya jalan dikit aja udah engos-engosan kembang-kempis gak karuhan," Lalu kuangkat lengan tanganku dan memamerkannya kepada Tante, "nih kayak, Mel, dong! Rajin olah raga makanya Mel, kuat dan tahan banting!" ucapku dengan sombong.
"Masa?" Tante Diani bertolak pinggang menatap sinis kearahku, "beneran tahan banting tuh? Boleh enggak kalau Tante coba banting?"
"Haha! Pakek acara mau banting segala! Jalan kaki aja engos-engosan gitu!" ledekku lagi.
Mendengar ucapanku Tante Diani, kembali menyangkalnya.
"Sombong, mentang-mentang masih muda! Lihat aja kalau kamu udah seumuran Tante, pasti kamu juga bakalan ngerasain yang namanya lemas karna faktor usia!" tegas Tante Diani.
"Ah, pret! Baru juga umur 30 tahun, belum 50 tahun udah sok bawa-bawa umur!" Aku kembali meledeknya.
"Ah malas ngomong sama kamu, Mel! Yang ada cuman malah bikin emosi, kamu itu orangnya gak mau kalah!" ujar Tante menghentikan obrolan kami.
Aku tersenyum menang menanggapi Tante, akhirnya Tante yang teramat bawel ini menyerah juga.
Hehe ....
Meski kami terlihat lebih sering bertengkar ketimbang akur, tapi sejujurnya aku dan Tante itu sangat dekat, kami saling membutuhkan satu sama lain, jika kami tak bertemu beberapa hari saja, kami ini sudah saling merindukan.
Tante Diani memang cerewet dan suka iseng, tapi hatinya sangat baik. Dan aku berharap agar Tante-ku ini bisa segera mendapatkan jodoh. Sudah genap kepala tiga, tapi Tante tak kunjung mendapatkan jodoh. Bukanya tidak laku, tapi Tante memang belum mau membuka hatinya untuk pria lain.
Cintanya hanya untuk Om Irfan, mantan tunangannya dulu. Mereka sudah hampir menikah tapi takdir berkata lain, Om Irfan meninggal karna kecelakaan.
Sejak saat ituTante Diani menutup hatinya untuk pria lain, karna baginya satu-satunya pria yang ia cintai hanyalah Om Irfan.
Sehingga sampai saat ini Tante betah menjomblo.
Tapi diam-diam aku selalu berdoa agar Tante segera bertemu jodoh yang baik hati dan bisa menyayangi Tante Diani, seperti Om Irfan.
"Masih lama, Mel?"
"Udah sampai, Tante!"
"Hah, serius? Emangnya rumahnya yang mana?"
"Yang ini!" Aku menujukan rumah Dion yang kebetulan sudah ada di hadapan kami.
"Ini?"
"Iya!"
"Kenapa gak balang dari tadi? Kirain masih jauh!"
"Hehe, sengaja," ucapku sambil memeberi cengiran tak berdosa.
"Huh, dasar!" Tante Diani menoyor kepalaku.
Perlahan kami memasuki gerbang yang kebetulan sedang terbuka.
Ini artinya Dion sendang berada di rumah
Tok! Tok! Tok!
"Assalamu'alaikum!" Aku mengucapkan salam seraya mengetuk pintu.
Ceklek!
"Walaikumsalam!"
Seorang gadis cantik seusiaku tengah membukakan pintu.
Aku dan Tante pun tercengang, gadis itu juga tampak kaget melihat kehadiran kami.
Mungkin karna dia baru pertama kali melihat kami.
"Mbak, siapa?" tanyaku kepada gadis itu.
"Saya, Nadira, teman dekatnya Dion," jawabnya.
Teman dekat? Dalam hatiku mulai bertanya-tanya. Apa maksud dari kata 'teman dekat' ini bisa berarti gebetan, pacar, atau mungkin memang hanya berteman saja.
Gadis ini nampaknya sengaja membuatku dilanda ambigu.
"Maaf, Dion, ada?" tanyaku.
"Oh, Mas Dion-nya lagi mandi, tunggu aja nanti juga keluar!" jawab gadis itu dengan wajah sedikit sinis.
Terlihat betul jika gadis itu tidak menyukai kedatanganku kemari.
Aku tidak tahu apa alasannya, tapi masa bodo! Toh aku kemari ingin bertemu Dion, dan Tante juga ingin menengok Bu Ningrum, jadi tidak ada sangkut-pautnya dengan gadis ini.
"Mel, aku langsung masuk aja, kita ke kamarnya, Bu Ningrum," ajak Tante.
"Tapi apa gak tunggu Dion keluar dulu, Tante?"
"Enggak usah ah!"
"Tapi menurut Mel, mending tunggu Dion dulu deh, Tante, takut dibilang gak sopan," ujarku.
"Tapi—"
"Loh, Mel?" Dion baru saja keluar dari dalam kamar mandi.
"Tante Diani, juga ikut?" tanya Dion.
Dan dengan gaya ramahnya Tante pun menyapa Dion.
"Hay, Dion! Apa kabar?" tanya Tante Diani.
"Baik, Tante," jawab Dion, "kalian duduk dulu ya, aku ganti baju sebentar," ucap Dion.
Aku dan Tante mengangguk dengan kompak.
Tak lama Dion keluar dari dalam kamarnya dan sudah menggunakan pakaian santainya, celana pendek, dan kaos oblong. Sekarang lebih enak dilihat ketimbang tadi yang masih menggunakan handuk.
Benar-benar ngeri-ngeri sedap.
"Dion, Tante, dan Mel, kemari karna ingin menengok Ibu kamu, dan sekaligus, Mel, ingin menjelaskan sesuatu sama kamu," ujar Tante Diani.
"Mau jelasin soal apa?" tanya Dion.
Aku pun langsung angkat bicara.
"Dion, aku dan Bagas, itu gak ada hubungan apa-apa! Kami hanya berteman sejak kecil, dan kemarin aku dan dia tidak sengaja berpelukan itu, karna kaget dengar kamu yang menekan tombol klakson terlalu kenceng!" jelasku dengan penuh semangat 45.
"Ah, soal itu ya?" Dion tampak santai saja.
"Gimana?" Aku sangat antusias menunggu jawabanya.
"Gimana apanya?" Dion malah bertanya balik.
"Ih, Dion! Kamu percaya, 'kan sama ucapan aku?"
"Iya, Dion. Melisa, dan Bagas, itu tidak ada hubungan apa-apa, mereka sudah berteman sejak kecil, bahkan Mel, udah anggap Bagas itu seperti adiknya sendiri!" jelas Tante Diani membelaku.
"Ah iya, Tante, Mel, aku gak marah kok, dan aku percaya sama ucapan kalian kalau Mel, sama cowok yang tadi pagi itu gak ada hubungan apa-apa," jawab Dion, "aku tadi pagi emang lagi sensi aja, makanya kelihatan kayak lagi marah," jelas Dion.
Huftt ... aku langsung menghela nafas lega, akhirnya Dion tidak marah kepadaku, syukurlah ....
"Yasudah kalau memang kalian udah kelar, sekarang kalian ngobrol berdua dulu ya, Tante, mau tengok, Bu Ningrum," ucap Tante Diani.
"Iya, Tante, sebelumnya terima kasih ya, sudah mau menjenguk Ibu saya," ucap Dion.
"Iya," jawab Tante Diani.
Lalu kami mengobrol berdua saja, ini adalah hal yang paling kutunggu. Pasti sebentar lagi Dion akan mengucapakan kata-kata gombalannya yang super norak itu.
Biar norak tapi sangat aku nantikan hehe ....
***
Baru saja mengobrol beberapa kata, tiba-tiba gadis yang bernama Nadira tadi datang lagi.
"Mas Dion!" Dia memanggil Dion dengan ramah dan tersenyum manis.
Bersambung....